Rabu, 26 September 2012

EmileDurkheim_Riki.SubagiaJNR1B_ TugasKe2

EMILE DURKHEIM
DISUSUN OLEH: Riki Subagia
TUGAS SOSIOLOGI KE-2


I. FAKTA SOSIAL Durkheim mengembangkan masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris. Dalam bukunya The Rule of Sociological Method (1895/1982) Durkheim menegaskan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta-fakta sosial. Dukheim mendeskripsikan fakta sosial sebagai kekuatan (forces) dan struktur yang bersifat eksternal serta memaksa individu. Ia juga menegaskan bahwa tugas sosiologi ialah mempelajari apa yang disebut sebagai fakta-fakta sosial. Degan demikian durkhem membedakan dua fakta sosial yaitu :

1. Material : yaitu suatu barang yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Contohnya arsitektur dan norma hidup.

2. Nonmaterial : sesuatu yang dianggap nyata atau eksternal, contohnya egoisme dan opini. Namun durkheim lebih memfokuskan pada fakta sosial nonmaterial (misalnya kultur, institusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material (birokrsi, hukum).

Durkheim tidak menyatakan bahwa fakta sosial itu selalu berbentuk sesuatu yang nyata. Melainkan Sebagian suatu yang dianggap sebagai barang. Beberapa fakta sosial seperti arsitektur dan norma hukum merupakan suatu barang yang berbentuk material. Alasannya karena dapat disimak dan diobservasi. Sedangkan fakta sosial yang lain seperti opini hanya dapan dinyatakan sebagai suatu barang, tidak dapat diraba. Fakta sosial yang berbentuk material mudah dipahami.

Norma hukum jelas merupakan suatu barang yang nyata dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. Lalu Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan oleh fakta sosial non material, khusunya oleh kuatnya ikatanan moralitas bersama.

II. Pembagian Kerja (Division of Labour) Pemikiran Durkheim dalam The Division of Labour in Society pada tahun (1893) sebenarny pembelaan atas modernitas. Merupakan menyanggah pandangan bahwa industrialisasi dapat mengakibatkan hancurnya tatanan sosial. Durkheim berpendapat bahwa surutnya otoritas keyakinan-keyakinan moral tradisional bukanlah indikasi adanya disentegrasi sosial melainkan perubahan sosial , pergeseran historis dari suatu bentuk tatanan sosial yang didasarkan pada keyakinan bersama dan control yang ketat (solidaritas mekanis) menuju tatanan yang berdasarkan ketergantungan mutual antar-individu yang relative otonom (solidaritas organis).

Ia mencirikan solidaritas mekanis masyarakat tradisional sebagai solidaritas yang tergantung pada keseragaman para anggotanya, yang kebersamanya diciptakan bagi keyakinan dan nilai-nilai bersama. Dalam kondisi solidaritas mekanis , menurutnya individualitas tak berarti sebab kesadaran individual tergantung pada tipe kolektif dan mengikuti segala geraknya. Sedangkan solidaritas Organis diciptakan oleh pembagian kerja. Durkmeim mengelopmpokan konsekuensi aktualnya disini sebagai sesuatu yang abnormal. Ia mengidentifikasi dua penyebab utama abnormalitas ini. Yang pertama adalah anomie , dan yang kedua adalah ketimpangan terstruktur:adanya kelas- kelas sosial.

III. AGAMA Dalam bukunya yang berjudul 'Les Formes Elementaires De La Vie Religion' ( bentuk- bentuk awal kehidupan agama), yang diterbitkan dalam bahasa perancis pada tahun 1912. Durkheim melihah bahwa semua agama membedakan antara hal-hal yang dianggap sakral dan yang dianggap profan. Durkhein membuat definisi agama sebagai berikut, suatu agama adalah sebuah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap sakral, yaitu hal-hal yang dipisahkan dan dilarang―kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaitu berdasarkan nilai-nilai bersama yang disebut umat)'. Dengan kata lain, masyarakat yang tidak ingin terpecah harus memerlukan agama untuk mempersatukan masyarakat tersebut. Walaupun Durkheim sendiri seorang atheis, dalam semua karyanya ia berulang kali menekankan sumbangan positif agama terhadap kesehatan (persatuan) masyarakat.

Durkheim juga mencerna perbedaan tajam antara religi dan magi. Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari sudut sosiologis, religi adalah kolektif sedangkan magi adalah individual (tidak ada umat magi). Ritual religi adalah berkaitan dengan sesuatu yang sakral, sedangkan ritual magi sering kali mengingkari, menolak, memprofankan, malahan meledek yang sakral (lihat Les Formes Elementaires, h.42-45). Dalam religi asal hukuman itu ada dua yaitu :

1. Tuhan atau kekuatan gaib yang diimani

2. Masyarakat Dalam magi tidak ada konsep dosa, kalau larangan magi (misalnya pantangan) dilanggar, masyarakat tidak peduli, akibat buruk yang dipercayai adalah pribadi saja.

IV. FUNGSIONALISME Sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Prancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh Comte, tidaklah terlalu mengherankan jika hasil karya Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Dalam bukunya The Division of Labor, Durkheim melancarkan kritik terhadap Spencer, namun hasil karya sesudahnya sangat terpengaruh oleh aliran biologis dalam situasi intelektual abad ke – 19. Asumsi – asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok – pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme, yaitu:

A. Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan ke dalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.

B. Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.

C. Kebutuhan pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.

D. Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.

Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkannya mengandung perbagai bahaya, namundia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi kelemahan itu. Pertama ia menyadari kelemahan analisa teologis, yakni bahwa berbagai konsekuensi yang terjadi di mada mendatang suatu gejala menjadi penyebab terjadinya gejala tersebut. Dengan demikian harus dibedakan antara sebab-sebab terjadinya suatu jegala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya. Dengan demikian, walaupun Durkheim mengingatkan perihal analisa teologis yang kadang-kandang tidak benar, dia sendiri kadangkala terjerumus ke dalamnya. Kemungkinan besar penyebabnya adalah pembentukan asumsi-asumsi organismik ke dalam analisa sosiologis. Walaupun Durkheim memberikan tekanan pada keseluruhan system sosial, namun dengan memasukkan asumsi-asumsi organismik seperti fungsi, kebutuhan, keadaaan normal, patologi dan lain sebagainya, dia memasukkan konsep-konsep tersebut ke dalam teori-teori sosiologi selama hamper
tiga-perempat abad lamanya. Namun perlu diakui bahwa analisanya terhadap topic- topik substansif, menyebabkan analisa secara fungsional menjadi suatu cara yang sangat disukai para sosiolog selam beberapa generasi.

V. ANOMALI

Dalam karya Durkheim, Suicide (Bunuh Diri) (1987). Dia membagi bunuh diri menjadi tiga macam :

1. Alturastik (diman kasus bunuh diri terjadi demi kepentingan kelompok seperti (misalnya seorang pahlawan perang).

2. Egoistik (karena adanya kekurangan dalam organisasi sosial berupaya untuk menjauhkan diri dari kelompok tersebut).

3. Anomanik, dimana penyesuaian diri masyarakat terganggu (oleh perubahan- perubahan ekonomi, dan bangkit serta jatuhnya suatu kelas ).

Ide tentang anomie itu diperkenalkan sebagai suatu tandingan tepat atas ide tentang solidaritas sosial. Sementara solidaritas sosial adalah suatu bentuk integrasi ideologi kolektif, anomie adalah bentuk kebingungan, ketidak amanan, "kehampaan norma". Apabils kondisi masyarakat sudah tidak mempunyai sistem pengaturan utama dan tidak berfungsi lagi dalam membentuk keteraturan dan hubungan harmonisnya, maka hal demikian membawa kepada kondisi "anomi". Ada tekanan budaya yang kuat pada individualisme. Fenomena dalam membentuk penyakit masyarakat :

1. Anomi pada pembagian kerja, seperti kasus krisis industri dimana terjadi permusuhan antara buruh dan pengusaha, sehingga individu terisolasi.

2. Tingginya intensitas pembagian kerja, sehingga penempatan individu tidak berdasarkan kemampuannya.

3. Bentuk patologis lainnya yaitu fungsi tugas tidak dikerjakan secara penuh pada sistem.


REFERENSI

1. Beilharz Peter. (2005) "Teori-Teori Sosial", Yogyakarta, Pustaka Belajar.

2. Ritzer George. (2011) "Teori Sosiologi Modern", Jakarta, Kencana.

3. Giddens Anthony. (2004) "Sosiologi Sejarah Dan Berbagai Pemikirannya", Bantul, Kreasi Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini