Rabu, 26 September 2012

karl marx (tugas III)

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Karl Marx sebenarnya bukan seorang sosiologi. Bahkan istilah sosiologi tidak pernah muncul dalam karya-karyanya. Namun demikian jelas bahwa ia bisa ditempatkan di antara sekian tokoh sosiologi lainnya. Hal penting dari analisisnya tidak hanya diakui oleh para pengikut "MARXIS" saja namun juga oleh para penulis lain seperti Max Weber atau Raymond Aron yang meski tidak memiliki pandangan sama tetapi telah mengakui Karl Marx sebagai refrensi wajib dan mengakui kegeniusannya.
Sekalipun demikian, membuat semacam neraca pengukur karyanya secara "objektif" merupakan satu pekerjaan rumit dan berbahaya. Disebut berbahaya karena saratnya warisan politik dalam Marxisme mustahil bagi kita untuk memisahkan sama sekali analisis ilmiah dari idealogi politiknya. Disebut pekerjaan rumit yang membutuhkan ketelitian karena sebagaimana semua naskah sakral lainnya, tulisan-tulisan Marx selalu bisa ditafsirkan dengan berbagai makna dan mengandung banyak penafsiran.

B.     RUMUSAN MASALAH

·         Pertentangan kelas dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari.
·         Pandangan Karl Marx tentang agama.
·         Modal produksi.

C.     TUJUAN

·         Mengetahui pertentangan-pertentangan yang terjadi pada masyarakat yang di tanggapi oleh Karl Marx.

 ISI

A.     PERTENTANGAN KELAS

Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial. Menurut Marx, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan. Hukum, filsafat, agama, dan  kesenian merupakan refleksi dari status ekonomi kelas tersebut. Namun demikian, hukum-hukum perubahan berperan dalam sejarah, sehingga keadaan tersebut dapat berubah baik melalui suatu revolusi maupun secara damai. Akan tetapi selama masih ada kelas yang berkuasa, maka tetap terjadi ekspolitasi terhadap kelas yang lebih lemah. Oleh karena itu selalu timbul pertikaian antar kelas (yaitu kelas proletar) menang, sehingga terjadilah masyarakat tanpa kelas.
 
Analisis tentang masyarakat dalam masalah kelas sosial sebenarnya tidak ditemukan oleh Marx. Bahkan para penulis dari kalangan borjuis seperti Adam Smith atau Alexis de Tocqueville juga mengakui sebelumnya bahwa masyarakat memang terbagi atas kelas-kelas yang ditentukan oleh posisi ekonomi, status, penghasilan, posisi kekuasaan yang berbeda dan memiliki kepentingan yang berkelidan. Sesudah Marx-pun sosiolog-sosiolog lain dari Marx Weber hingga Vilfredo Pareto, dari Joseph Schumper hingga Raymond Aron belakangan mempergunakan analisis masyarakat dengan istilah kemudian mendiskusikan relevansi teori ini maka kita perlu memahami spesifikasinya.
Perlu diingat lagi dalam masyarakat seperti apakah Marx pernah hidup. Perkembangan kapitalisme pernah mengacau- balaukan masyarakat feodal yang terstruktur pada tiga aturan besar yaitu: kaum petani, kaum aristocrat atau bangsawan dan pendeta. Dengan perkembangan perdagangan, industri atau pusat-pusat urban muncullah dua kelas baru: pertama borjuis (bourgeois) yang telah mendestabilkan rezim (tatanan) lama dan memegang tempat yang dominan,  dan kemudian kalangan proletar atau rakyat jelata yang miskin dan terdiri dari sekumpulan tukang di pabrik-pabrik  dan para petani yang terusir dari tanahnya dan kemudian menjadi tenaga kerja utama di bengkel kerja firma-firma industry besar. Berbagai kondisi kerja dan eksistensi kaum proletar pada pertengahan abad XIX banyak dilaporkan melalui sejumlah penelitian.
Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertengtangan satu sama lain, sehingga konflik tak terlelakan lagi.
                Contoh dalam kehidupan sehari-hari:
Orang yang memiliki modal (kelompok bojuis) membuka lapangan pekerjaan ,  sedangkan orang yang tidak memiliki modal hanya bisa menjual jasa saja (kelompok proletar) itu bekerja di pemilik modal itu sebagai buruh/pekerja.

B.PANDANGAN KARL MARX TENTANG AGAMA

Karl Marx adalah seorang atheis yaitu tidak memiliki agama, di Negara komunis agama seringkali disamakan dengan ideologi. Marx memiliki pandangan ideologi sebagai berikut, sebagaimana halnya pertanyaan tentang Negara (pemerintahan), Marx tidak memiliki teori yang sistematik tentang ideologi. Sebaliknya, yang ada hanya analisis-analisis parsial dan belum rampung namun seringkali berbobot dan tajam. Analisis ini berkisar pada beberapa tema yang sifatnya fundamental.
Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagaui kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyarakat. Ideology ini dikondisikan oleh bingkai itu. Dengan demikian kaum bojuis yang semakin menanjak telah menentukan pemikiran-pemikiran tentang kebebasan, hak asasi manusia, kesejahteraan di hadapan hukum (hak) dalam bingkai pergulatan menghadapi orde atau tatan lama. Mereka ini cenderung memindahkan apa-apa yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya menjadi nilai-nilai yang universal.
Marx juga memiliki sebuah teori tentang ideologi sebagai semacam alienasi. Pengertian ini dipinjam filsuf Ludwig Feuerbach yang merupakan penulis L'Essence du christianisme (Esensi Kristenisme)(1864). Bagi Feuerbach agama itu merupakan proyeksi dalam bentuk "surga bagi pemikiran (ide)", harapan dan keyakinan manusia. Orang bisa mempercayai eksistensi tuhan secara riil seperti yang ditemukannya. Marx mengambil kembali pemikiran ini ( bahwa agama adalah "candu bagi masyarakat".) Selanjutnya ia akan mengusungnya ke dalam analisis komoditas.

C. MODAL PRODUKSI

Struktur ekonomi masyarakat merupakan fondasi riil yang menjadi dasar pendirian bagunan yuridis dan politik, serta menjadi jawaban atas bentuk –bentuk kesadaran sosial yang telah ditentukan. bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, malahan "sebaliknya eksistensi sosiallah yang menentukan kesadaran mereka". Cara  produksi dari sebuah masyarakat berupa tenaga kerja produksi (manusia, mesin dan tenik) dan hubungan produksi ( perbudakkan , sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan, bekerja upahan). Cara produksi ini membentuk 'kaki penopang' yang menyangga supertruktur politik, yuridis, dan ideologi masyarakat. Selama kurun waktu berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi : dari yang model kuno, model asia, feodalitis dan bojuis. Ketika sampai pada tingkat perkembangan tertentu, tenaga produksi. Itu sebabnya maka, "dimulailah era revolusi sosial".

PENUTUP

KESIMPULAN

Karl Marx sebenarnya bukan seorang sosiologi. Bahkan istilah sosiologi tidak pernah muncul dalam karya-karyanya. Namun demikian jelas bahwa ia bisa ditempatkan di antara sekian tokoh sosiologi lainnya.
 Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial. Menurut Marx, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan. 
Karl Marx adalah seorang atheis yaitu tidak memiliki agama, di Negara komunis agama seringkali disamakan dengan ideologi. Marx memiliki pandangan ideologi sebagai berikut, sebagaimana halnya pertanyaan tentang Negara (pemerintahan), Marx tidak memiliki teori yang sistematik tentang ideologi. Marx juga memiliki sebuah teori tentang ideologi sebagai semacam alienasi. Pengertian ini dipinjam filsuf Ludwig Feuerbach yang merupakan penulis L'Essence du christianisme (Esensi Kristenisme)(1864). Bagi Feuerbach agama itu merupakan proyeksi dalam bentuk "surga bagi pemikiran (ide)", harapan dan keyakinan manusia. Orang bisa mempercayai eksistensi tuhan secara riil seperti yang ditemukannya. Marx mengambil kembali pemikiran ini ( bahwa agama adalah "candu bagi masyarakat".)
Cara  produksi dari sebuah masyarakat berupa tenaga kerja produksi (manusia, mesin dan tenik) dan hubungan produksi ( perbudakkan , sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan, bekerja upahan).

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Pers, 1983___________, Giddens Anthony, Bell Daniel dan Force Michael, La Sociologie Histoire et Idees, Bantul, Kreasi Wacana Offset, 2009___________,Setiadi M.Elly dan Kolip Usman , Pengantar Sosiologi, Jakarta, Kencana Prenada Medika Group, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini