Senin, 06 Oktober 2014

_Ahmad Hilman Zulfahmi_KPI 5E Tugas 3

FILSAFAT

DEFINISI FILSAFAT

"... is derived from the composite Greek noun philosophia means the
love of pursuit wisdom." (Encyclopedia Britannica 1970:864)

Poedjawijatna (1974:11) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan
yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971:11) mengatakan bahwa
filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya, sejauh
yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu

seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Plato menyatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli.
Aristoteles, mengatakan bahwa fisafat adalah pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika,
ekonomi, politik, dan estetika. Dan menurut Al-Farabi, filsafat adalah
pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikatnya yang sebebarnya.

Menurut Abu Bakar Atjeh (1970:9) perbedaan definisi itu disebabkan
oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena
keyakinan hidup yang mereka anut juga berbeda. Perbedaan itu juga
muncul karena perkembangan filsafat yang menyebakan beberapa
pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat.


UNSUR- UNSUR FILSAFAT
1. Epistemologi
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan. Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa
epistemology is the branch of philosophy which investigates the
origin, structure, methods, and validity of knowledge. Itulah sebabnya
kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat pengetahuan karena ia
membicarakan hal pengetahuan. Penegetahuan manusia ada tiga macam,
yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik.
Pengetahuan itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan
menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran yang berbicara tentang
ini:

a. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata
empeiria, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Contoh: manusia tahu api panas karena ia menyentuhnya, garam asin
karena mencicipinya.

b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia,
menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melaui kegiatan akal
menangkap objek.

c. Positivisme
Tokoh alitan ini adalah August Comte. Ia berpendapat bahwa indera itu
amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam
dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.

d. Intuisionisme
Henri Bergson adalah tokoh aliran ini. Ia berpendapat bahwa tidak
hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Dengan menyadari
keterbatasan itu, Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi
yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil evolusi
pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi
berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini
(intuisi) memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami
kebenaran yang utuh, yang tetap, yang unique. Jadi indera dan akal
hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh (spatial),
sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh.

2. Ontologi
Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai
menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek
itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya
bagian ini dinamakan teori hakikat. Ada yang menamakan bagian ini
ontologi.

Hakikat ialah realitas; realitas ialah ke-real-an; "real" artinya
kenyataan yang sebenarnya; jadi, hakikat adalah kenyataan yang
sebenarnya, keadaan sebenarnya, bukan keadaan sementara atau keadaan
yang menipu, bukan keadaan yang berubah.

3. Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti
nilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi aksiologi adalah
"teori tentang nilai". Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang
apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu
kepada permasalahan etika dan estetika. Aksiologi sebagai salah satu
cabang filsafat membahas nilai sebagai imperative dalam penerapan ilmu
pengetahuan secara praksis (Ismaun, 2002; M. Thoyibi, 2003; Sudarsono,
2008; Susanto, 2011).

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang
umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi juga
menunjukkan kaedah-kaedah apa yang harus kita perhatikan di dalam
menerapkan ilmu ke dalam praktis. Aksiologi memuat pemikiran tentang
masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya,
nilai moral, nilai agama, nilai keindahan. Aksiologi juga mengandung
pengertian lebih luas dari pada etika atau nilai-nilai kehidupan yang
bertaraf tinggi. Aksiologi memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan
berikut;


C. METODE FILSAFAT
Runes dalam Dictionary of Phylosophy sebagaimana dikutip oleh Anton
Bakker menguraikan sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan
sejumlah metode filsafat yang berbeda dan cukup jelas. Yang paling
penting dapat disusun menurut garis historis, sedikitnya ada sepuluh
metode, yaitu:

1. Metode Krisis: Socrates, Plato
Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika yang
menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan
bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan, dan
menolak, akhirnya ditemukan hakikat.

2. Metode Intuitif: Plotinus, Bergson
Dengan jalan introspeksi intuitif, dan dengan pemakaian simbol-simbol
diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan penyucian moral)
sehingga tercapai suatu penerangan pikiran.
Bergson: dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan,
tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.

3. Metode Skolastik: Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan
Bersifat sintetis-deduktif. Dengan bertitik-tolak dari definisi atau
prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik berbagai kesimpulan.

4. Metode Geometris: Rene Descartes dan Pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan
hakikat-hakikat 'sederhana' (ide terang dan berbeda dari yang lain);
dari hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian
lainnya.

5. Metode Empiris: Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar; maka semua pengertian
(ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan
(impresi) dan kemudian disusun bersama secara geometris.

6. Metode Transendental: Immanuel Kant, Neo-Skolastik
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan
analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.

7. Metode Fenomenologis: Husserl, Eksistensialisme
Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas
fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.

8. Metode Dialektis: Hegel, Marx
Dengan jalan mengikuti dinamis pemikiran atau alam sendiri, menurut
triade tesis, antithesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.

9. Metode Neo-Positivistis
Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan
aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).

10. Metode Analisa Bahas: Wittgenstein
Dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari ditentukab sah atau
tidaknya ucapan-ucapan filosofis.

D. HAKIKAT FILSAFAT
Hakikat filsafat meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hakikat merupakan istilah filsafat yang dimaksudkan sebagai
pemahaman atau hal yang paling mendasar.
2. Filsafat tidak saja bicara wujud atau materi sebagaimana ilmu
pengetahuan tetapi juga berbicara makna yang terdapat di belakangnya.
3. Hakikat filsafat adalah sebagai akibat berfikir radikal.
4. Filsafat adalah kebebasan berfikir terhadap sesuatu tanpa batas,
dia mengacu pada hukum keraguan atas segala hal.


SUMBER:
Dr. Ahmad Tafsir. 1990. Filsafat Umum. PT Remaja Rosdakarya: Bandung
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. PT. Bumi Aksara: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini