Etika Terapan
Etika terapan (applied ethics) sama sekali bukan hal yang baru dalam sejarah filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles, etika merupakan filsafat praktis, artinya, filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang harus dilakukan. Sifat praktis ini bertahan selama seluruh sejarah filsafat. Dalam abad pertengahan, Thomas Aquinas melanjutkan tradisi filsafat praktis ini dan menerapkannya di bidang teologi moral. Pada awal zaman modern muncul etika khusus (ethica specialis) yang membahas masalah etis suatu bidang tertentu seperti keluarga dan negara. Namun pada dasarnya etika khusus dalam arti sebenarnya sama dengan etika terapan.
A. Bidang Yang Menjadi Garapan Etika Saat Ini
Etika terapan juga menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Sebagai contoh tentang etika terapan profesi: etika kedokteran, etika politik,etika bisnis dan sebagainya. Pada zaman sekarang yang paling banyak mendapat perhatian yaitu dua diantaranya menyangkut profesi dan dua lagi menyangkut masalah: etika kedokteran, etika bisnis, etika tentang perang dan damai, dan etika lingkungan hidup. Etika profesi merupakan bidang yang sangat diperlukan dalam dunia kerja, khususnya yang berkaitan dengan kemajuan teknologi. Beberapa bidang garapan etika profesi diantaranya adalah:
1. Profesi Dokter: Kewajiban dokter untuk melayani pasiennya secara profesional dan menjaga kerahasiaan tentang data serta penyakit si pasien.
2. Profesi Hakim: Memberikan keputusan seadil-adilnya berdasarkan bukti-bukti yang telah diberikan oleh kedua belah pihak yang terkait dan menolak semua upaya pemberian yang bisa merubah keputusan.
3. Jurnalis: Bekerja secara profesional dengan mengikuti aturan seperti Undang-undang tentang pers dan Kode Etik Jurnalistik.
B.Pendekatan Etika Terapan
1. Pendekatan multidisipliner
Pendekatan multidisipliner adalah usaha pembahasan tentang tema yang sama oleh pelbagai ilmu, sehingga semua ilmu itu memberikan sumbangannya yang satu disamping yang lain. Setiap ilmuwan dari satu disiplin ilmu akan berusaha memberi penjelasan yang dapat dipahami juga oleh ilmuwan dari bidang lain. Multidisipliner merupakan usaha menyoroti suatu masalah tertentu dari berbagai seginya. Dalam melakukan hal ini perspektif setiap ilmu tetap dipertahankan dan tidak harus melebur dengan perspektif ilmiah yang lainnya. Disini tidak tercapai suatu pandangan terpadu, yang memang tidak dimaksudkan disini.Yang dihasilkan hanyalah pendekatan dari berbagai arah yang dipusatkan pada tema yang sama.
2. Pendekatan kasuistik
Pendekatan kasuistik yang dimaksud adalah usaha memecahkan kasus-kasus konkrit dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etika umum. Pembahasan kasus merupakan cara yang sangat cocok dalam etika terapan, dan mengungkapkan sesuatu tentang kekhususan argumentasi dalam etika. Pendekatan kasuistik diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan di bidang moral. Biasanya, kalau dimulai dari teori akan sulit mencapai suatu kesepakatan. Penalaran moral memang berbeda dengan penalaran matematis, yang selalu dilkukan dengan cara yang sama, kapan saja dan dimana saja, tak terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar
C. Metode Etika Terapan
Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak seragam. Untuk ilmu praktis seperti etika terapan tidak ada metode siap pakai yang bisa dimanfaatkan begitu saja oleh semua orang yang berkecimpung di bidang ini. Dalam etika terapan, variasi metode dan variasi pendekatan pasti besar sekali. Disini kami menyebutkan empat unsur yang dengan salah satu cara selalu berperan dalam etika terapan, berapa pun besarnya variasi yang dapat ditemui di sini. Empat unsur yang dimaksud disini adalah :
1. Dari sikap awal menuju refleksi
Sikap awal ini bisa pro/kontra/netral, malah bisa tak acuh, tapi bagaimana pun mula-mula sikap ini belum direfleksikan. Pada mulanya kita belum berfikir mengapa kita bersikap demikian. Misalnya di tempat yang menggunakan tenaga nuklir sebagai sumber energi, hal itu bisa diterima tanpa keberatan apa pun. Sikap awal itu menjadi problematis jika kita bertemu dengan orang yang mempunyai sikap lain dalam menanggapi masalah yang sama. Dengan itu refleksi etis mulai perjalannannya. Hal itu bisa berlangsung dalam hiduppribadi seseorang yang berfikir tentang salah satu masalah etis.
2. Informasi
Unsur kedua yang dibutuhkan adalah informasi, hal itu mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangn ilmu dan teknologi. Melalui informasi kita bisa mengetahui bagaimana keadaan objektif itu. Misalnya penggunaan nuklir sebagai pembangkit listrik sangat dipengaruhi oleh segi ekonomis, sehingga monomer duakan keamanan dan penyimpanan limbah nuklir.
3. Norma-norma
Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat, tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk topik atau bidang yang khusus ini.
4. Logika
Logika dapat memperlihatkan bagaimana dalam suatu argumentasi tentang masalah moral berkaiatan kesimpulan etis dengan premis-premisnya dan juga apakah penyimpulan itu tahan uji. Logika juga memungkinkan kita untuk menilai definisi dan klasifikasi yang digunakan dalam argumentasi. Definisi yang jelas dan menurut aturan-aturan logika dapat membantu banyak untuk mencapai hasil dalam suatu perdebatan moral. Sebab, definisi menjadi titik tolak yang mengarahkan seluruh diskusi.
D.Relasi Etika dan Filsafat
Filsafat ialah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita, aspirasi-aspirasi, tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, aturan-aturan dan prinsip etis. Menurut Sidney Hook, filsafat juga pencari kebenaran, suatu persoalan nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan nilai untuk melaksanakan hubungan-hubungan kemanusiaan secara benar dan juga berbagai pengetahuan tentang apa yang buruk atau baik untuk memutuskan bagaimana seseorang harus memilih atau bertindak dalam kehidupannya. Etika juga berhubungan tentang persoalan mengapa suatu tindakan dilakukan. Menurut saya etika dan filsafat memiliki hubungan yang sangat erat. Karena etika juga merupakan salah satu cabang dari filsafat. Sehingga keduanya memiliki keterkaitan.
Sumber :
ü Said, Muhammad. Etik Masyarakat Indonesia. Pradnya Paramita. Jakarta Pusat: 1980.
ü Mufid, Muhamad. Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana. Jakarta: 2009
ü Bertens, K. Etika. Gramedia Pustaka Utama. Ciputat: 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar