FILSAFAT
A. DEFINISI FILSAFAT
Secara etimologi, kata filsafat,yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan philosophy, adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan.
Melihat pengertian filsafat dari segi istilah (terminology), berarti melihat filsafat dari segi definisinya. Untuk membuat definisi suatu objek, maka harus mengetahui konotasi objek itu. Berikut ini dikutipkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa pengarang, sesuai dengan konotasi filsafat yang ditangkap oleh mereka.
Poedjawijatna, mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Hasbullah Bakry, mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya, sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Plato, menyatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli.
Aristoteles, mengatakan bahwa fisafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika.
Dan bagi Al-Farabi, filsafat adalah pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikatnya yang sebebarnya.
Uraian di atas menjelaskan bahwa salah satu kesulitan menentukan definisi filsafat adalah karena berbedanya definisi yang dibuat oleh para ahli. Bila dirinci kesulitan membuat definisi filsafat karena pengertian filsafat berkembang dari masa ke masa; pengertian filsafat itu berbeda antara satu tokoh dari tokoh lainnya; karena kata filsafat itu telah dipakai untuk menunjuk bermacam-macam objek yang sesungguhnya berbeda.
B. UNSUR-UNSUR FILSAFAT
1. Epistemologi
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods, and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Penegetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini:
a. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Contoh: manusia tahu api panas karena ia menyentuhnya, garam asin karena mencicipinya.
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melaui kegiatan akal menangkap objek.
c. Positivisme
Tokoh alitan ini adalah August Comte. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
d. Intuisionisme
Henri Bergson adalah tokoh aliran ini. Ia berpendapat bahwa tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Dengan menyadari keterbatasan itu, Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap, yang unique. Jadi indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh.
2. Ontologi
Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teri hakikat. Ada yang menamakan bagian ini ontologi.
Hakikat ialah realitas; realitas ialah ke-real-an; "real" artinya kenyataan yang sebenarnya; jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah.
3. Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi aksiologi adalah "teori tentang nilai". Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika. Aksiologi sebagai salah satu cabang filsafat membahas nilai sebagai imperative dalam penerapan ilmu pengetahuan secara praksis (Ismaun, 2002; M. Thoyibi, 2003; Sudarsono, 2008; Susanto, 2011).
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi juga menunjukkan kaedah-kaedah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis. Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan. Aksiologi juga mengandung pengertian lebih luas dari pada etika atau nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi. Aksiologi memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan berikut;
· Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
· Bagaimana kaitan antara objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
· Bagaiman kaitan antara teknik procedural yang merupakan operasional metode ilmiah dengan norma-norma moral atao professional?
C. METODE FILSAFAT
Runes dalam Dictionary of Phylosophy sebagaimana dikutip oleh Anton Bakker menguraikan sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metode filsafat yang berbeda dan cukup jelas. Yang paling penting dapat disusun menurut garis historis, sedikitnya ada sepuluh metode, yaitu:
1. Metode Krisis: Socrates, Plato
Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika yang menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan, dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
2. Metode Intuitif: Plotinus, Bergson
Dengan jalan introspeksi intuitif, dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan penyucian moral) sehingga tercapai suatu penerangan pikiran.
Bergson: dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3. Metode Skolastik: Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan
Bersifat sintetis-deduktif. Dengan bertitik-tolak dari definisi atau prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik berbagai kesimpulan.
4. Metode Geometris: Rene Descartes dan Pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat 'sederhana' (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5. Metode Empiris: Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar; maka semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun bersama secara geometris.
6. Metode Transendental: Immanuel Kant, Neo-Skolastik
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
7. Metode Fenomenologis: Husserl, Eksistensialisme
Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
8. Metode Dialektis: Hegel, Marx
Dengan jalan mengikuti dinamis pemikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antithesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
9. Metode Neo-Positivistis
Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode Analisa Bahas: Wittgenstein
Dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari ditentukab sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis.
D. HAKIKAT FILSAFAT
Hakikat filsafat meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hakikat merupakan istilah filsafat yang dimaksudkan sebagai pemahaman atau hal yang paling mendasar.
2. Filsafat tidak saja bicara wujud atau materi sebagaimana ilmu pengetahuan tetapi juga berbicara makna yang terdapat di belakangnya.
3. Hakikat filsafat adalah sebagai akibat berfikir radikal.
4. Filsafat adalah kebebasan berfikir terhadap sesuatu tanpa batas, dia mengacu pada hukum keraguan atas segala hal.
SUMBER:
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. PT. Bumi Aksara: Jakarta.
Sent from Windows Mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar