A. Pengertian Filsafat
Filsafat merupakan ilmu yang dasarnya adalah pemikiran manusia yang menyeluruh. Bisa dikatakan filsafat adalah sumber dari segala cabang ilmu. Pengertian filsafat dapat didekati paling sedikit dari segi: filsafat dalam arti harfiah, filsafat secara operasional, filsafat dari sudut isinya (materinya), dan filsafat sebagai produk atau hasil pemilsafatan. Filsafat dalam arti "Harfiah" Asal kata Filsafat dari bahasa Latin "Filosofia" terdiri dari kata Filos dan Sofia. Filos = Cinta atau hasrat yang besar, Sofia = Pengetahuan yang mendalam sampai berkaitan dengan kearifan. Berdasarkan pembahasan secara harafiah ini filsafat berarti cinta kepada pengetahuan atau hasrat yang besar untuk menjadi arif.
Filsafat secara operasional (prosesnya) Filsafat secara prosesnya atau operasionalnya adalah "cara berfilsafat", maka filsafat adalah renungan yang mendalam (radikal) dan menyeluruh (integral), secara sistematis, sadar dan metodis dan sudah tentu tidak meninggalkan sifat-sifat ilmiah pada umumnya.
Filsafat dibahas dari sudut isinya (materinya) adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari metodologi serta hakekat kebenaran dan nilai dari ihwal terutama tentang manusia dan segala cita-citanya, dengan lingkungannya, agamanya, kehidupannya, ideologinya, hakekat dirinya dan lain-lain.
Filsafat menurut para filsuf seperti:
· Plato (428-348 SM): Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
· Aristoteles ((384–322 SM): Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
· Al-Farabi: Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
· Prof. Mr.Muhammad Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
B. Unsur-unsur Filsafat
a. Ontology
Ontology merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Istilah ontology berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta onta yang berarti "yang ada", dan logos yang berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian, ontology berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada (Ismaun, 2002; M, thoyibi, 2003; Sudarsono,2008; Susanto, 2011). Ontology merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran yunani telah menunjukkan muculnya perenungan di bidang ontology. Dalam persoalan ontology, orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini.
Pembicaraan tentang hakikat itu sangat luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada yakni realitas, realita adalah ke-riil-an, riil yang artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi, hakekat ada adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontology sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab "apa" yang menurut Aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Jadi ontology tersebut adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Ontology menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berada di mana entitas dari kategori-kategori yang logis, yang berlainan ( objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional ontology dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan akhir-akhir ini ontology dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada (Susanto,2011).
Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan ontology, serta anthropology (Susanto,2011).
b. Epistemology
Epistimologi juga sering disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme, yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi epestemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal-usul dan mula atau sumber, struktur, metode, dan syahnya pengetahuan (Ismaun, 2002;M,Thoyibi,2003; Sudarsono,2008; Susanto,2011).
Menurut Conny Semiawan dalam Susanto (2011) epistemology adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan. Epistemology memfokuskan pada makna pengetahuan yang dihubungkan dengan konsep, sumber dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan dan sebagainya. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal-usul, susunan, metode-metode, dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan mendasar yang dikajinya antara lain:
1. Apakah mengetahui itu?
2. Apakah yang merupakan asal-usul pengetahuan itu?
3. Apakah yang merupakan bentuk pengetahuan itu?
4. Bagaimana cara kita untuk memperoleh pengetahuan?
5. Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu?
Menurut Kastoff dalam Susanto (2011), secara umum pertanyaan-pertanyaan epistemology menyangkut dua macam, yakni epistemology kefilsafatan yang erat hubungannya dengan psikologi dan pertanyaan-pertanyaan semantic yang menyangkut hubungan antara pengetahuan dengan objek pengetahuan tersebut.
Epistemology meliputi sumber, sarana, tata cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Akal, budi, pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi. Merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologi, seperti rasionalisme, empiris, kritisisme, atau rasional kritis, posotovisme. Fenomenologis dengan berbagai variasinya. Pengatahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan (Susanto,2011).
c. Aksiologis
Istilah dari aksiologi berasal dari perkataan axios ( Yunani ) yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi aksiologis adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika. Aksiologi sebagai salah satu cabang filsafat membahas nilai sebagai imperative dalam penerapan ilmu pengetahuan secara praktis (Ismaun, 2002; M.Thoyibin,2003:Sudarsono,2008; Susanto,2011).
Aksiologis adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologis juga menunjukkan kaaedah-kaedah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis. Aksiologis memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan. Aksiologis juga mengandung pengertian lebih luas dari pada etika atau nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi. Aksiologis memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan berikut:
1. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
2. Bagaimana kaitan antara obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
3. Bagaimana kaitan antara teknik procedural yang merupakan oprasional metode ilmiah dengan norma-norma moral atau professional?
Filsafat ilmu menyelidiki dampak pengetahuan ilmiah pada hal-hal berikut: Persepsi manusia akan kenyataan, pemahaman berbagai dinamika alam, saling keterkaitan antara logika dengan matematika, dan antara logika dan matematika pada satu sisi dengan kenyataan pada sisi lain berbagai keadaan dari beragam keberadaan-keberadaan teoritis, berbagai sumber pengetahuan dan pertanggung jawabannya , hakekat manusia, nilai-nilainnya, tempat, dan posisinya ditengah-tengah semua keberadaan lainnya.
C. Metode-metode filsafat
1. Logika deduktif, membicarakan cara-cara untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan menganai semua atau sejumlah ini di antara suatu kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran deduktif selalu merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pernyataan-pernyataan yang lebih dahulu diajukan.
2. Logika induktif, membicarakn tentang penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan-pernyataan yang umum, melainkan dari pernyataan-pernyataan yang khusus. Kesimpulannya hanya besifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pernyataan yang telah diajukan.
3. Analogi dan komparasi, dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan kefilsafatan ialah analogi dan komparasi. Penalaran secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan menggantika apa yang dicoba dibuktikan dengan sesuatu yang serupa dengan hal tersebut, namun yang lebih dikenal, dan kemudian menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalaran tersebut.
4. Metode verifikasi, suatu penalaran dapat membawa kita kepada kesimpulan yang dapat diterima, maka perlu kiranya untuk menetapkan tidak hanya lurusnya atau sahnya penalaran seseorang. Penalaran yang sah didasarkan atas fakta-fakta akan membawa kita pada kebenaran. Pada dasarnya hanya ada dua metode untuk melakukan verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yaitu melalui observasi, dan mempergunakan hukum kontra diksi.
D. Hakikat filsafat
Hatta mengemukakan pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu ( Hatta,1966,1:3 ). Langeveld juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, maka dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu ( Langeveld,1961:9 ).
Poedjawijatna (1974: 11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bkry (1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya mencapai pengetahuan itu.
Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang ada benarnya. Kita sebenarnya tidak cukup hanya dengan mengatakan filsafat ialah hasil pemikiran yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap. Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically ( Joe Park, 1960:3 ). D.C. Mulder ( 1966: 10 ) mendefinisikan filsafat sebagai pemikiran teorirtis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan.
Sedangkan filsafat menurut arti kata, terdiri atas kata philein yang artinya "cinta" dan sophia yang artinya "kebijaksanaan". Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang besar, atau yang berkobar-kobar, atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kenenaran yang sesungguhnya. Jadi, filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Pengertian umum filsafat adalah ilmu pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Dengan cara ini, jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki. Ini sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya. Sementara itu pengertian khusus filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks sehingga menimbulkan berbagai pendapat tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar