Etika terapan
a. bidang garapan bagi etika terapan
etika terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Suatu contoh sebagai etika terapan yang membahas profesi dapat disebut: etika kedokteran, etika politik, etika bisnis dan sebagainya.
Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah membedakan antara makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar. Artinya masalah-masalah ini menyangkut suatu bangsa seluruhnya atau bahkan seluruh umat manusia. ekonomi dan keadilan (misalnya, utang Negara-neraga selatan terhadap Negara-negara utara), lingkungan hidup, dan alokasi sarana pelayanan kesehatan, dapat dikemukakan sebagai contoh masalah-masalah makroetis
Sedangkan mikroetika membicarakan, pertanyaan-pertanyaan etis dimana individu terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya atau kewajiban pengacara terhadap klien nya (misalnya kewajiban mengatakan yang benar, kewajiban menyimpan rahasia jabatan dll),
Kadang-kadang diantara makroetika dan mikroetika disisipkan lagi jenis etika terapan yang ketiga, yaitu mesoetika,yaitu menyoroti masalah-masalah etis yang berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi, misalnya kelompok ilmuan, profesi wartawan dan sebagainya.
Contok garapan etika profesi pada profesi jurnalis
Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya.Etika jurnalistik ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan.
Kode Etik biasanya dirumuskan oleh organisasi profesi bersangkutan, dan Kode Etik itu bersifat mengikat terhadap para anggota organisasi.
Misalnya: IDI (Ikatan Dokter Indonesia) membuat Kode Etik Kedokteran yang mengikat para dokter anggota IDI. Begitu juga Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia), atau Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia), dan seterusnya.Di Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sebagai salah satu organisasi profesi jurnalis, telah merumuskan Kode Etik sendiri.
AJI bersama sejumlah organisasi jurnalis lain secara bersama-sama juga telah menyusun Kode Etik Jurnalis Indonesia, yang diharapkan bisa diberlakukan untuk seluruh jurnalis Indonesia.Selain organisasi profesi, institusi media tempat si jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan aturan perilaku (Code of Conduct) bagi para jurnalisnya.
b. pendekatan etika terapan
salah satu cirri khas etika terapan sekarang ini adlaha kerja sama erat antara etika dan ilmu ilmu lain. Etika terapan tidak bisa dijalankan dengan baik tanpa kerja sama itu, karena ia harus membentuk pertimbangan tentang bidang-bidang yang sama sekali diluar keahliannya. Karena itu pelaksanaan etika terapan minta suatu pendekatan multidisipliner, suatu pendekatan yang melibatkan berbagai ilmu sekaligus.
Pendekatan multidisipliner
1. Pendekatan multidisipliner adalah usaha pembahasan tentang tema yang sama oleh pelbagai ilmu, sehingga semua ilmu itu memberikan sumbangannya yang satu disamping yang lain. Setiap ilmuwan dari satu disiplin ilmu akan berusaha memberi penjelasan yang dapat dipahami juga oleh ilmuwan dari bidang lain. Multidisipliner merupakan usaha menyoroti suatu masalah tertentu dari berbagai seginya. Dalam melakukan hal ini perspektif setiap ilmu tetap dipertahankan dan tidak harus melebur dengan perspektif ilmiah yang lainnya. Disini tidak tercapai suatu pandangan terpadu, yang memang tidak dimaksudkan disini. Yang dihasilkan hanyalah pendekatan dari berbagai arah yang dipusatkan pada tema yang sama.
2. pendekatan kasuistik
Pendekatan kasuistik yang dimaksud adalah usaha memecahkan kasus-kasus konkrit dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etika umum . Pembahasan kasus merupakan cara yang sangat cocok dalam etika terapan, dan mengungkapkan sesuatu tentang kekhususan argumentasi dalam etika. Pendekatan kasuistik diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan di bidang moral. Biasanya, kalau dimulai dari teori akan sulit mencapai suatu kesepakatan. Penalaran moral memang berbeda dengan penalaran matematis, yang selalu dilkukan dengan cara yang sama, kapan saja dan dimana saja, tak terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar.
C. Metode etika terapan
Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti seragam. Dalam etika terapan, variasi metode dan variasi pendekatan pasti besar sekali. Ada empat unsure yang dengan salah satu cara selalu berperan dalam etika terapan, berapapun besarnya variasi yang dapat ditemui.
Empat unsure yang dimaksud disini adalah;
1. dari sikap awal menuju refleksi
Selalu ada suatu sikap awal, kita mulai mengambil sikap tertentu terhadap suatu masalah. Demikian halnya dengan orang yang mulai menekuni etika terapan. Sikap awal ini terbentuk karena bermacam factor yang memainkan peran dalam hidup seorang manusia seperti: pendidikan, kebudayaan, agama, pengalaman pribadi, media massa, watak seseorang dan lainlain.
2. informasi
Setelah pemikiran etis tergugah, unsure kedua yang dibutuhkan adalah informasi. Hal itu terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Bisa saja terjadi sikap awal yang pro atau kontra itu sebenarnya masih sangat emosional atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh factor subjektif yang tidak sesuai dengan keadaan objektif. Melalui informasi kita dapat mengetahui bagaimana keadaan objektif itu. misalnya, diskusi tentang penggunaan energy nuklir untuk membangkitkan listrik sangat dipengaruhi oleh segi-segi ekonomis. Dilihat dari sudut pandang ekonomi, energy nuklir adalah energy yang relative murah dank arena itu menguntungkan. Itulah sebabnya mengapa segi lain seperti keamanan dan penyimpanan sampah nuklir diremehkan saja, supaya pertimbangan ekonomis bisa menang. Jika kita membatasi diri pada penyimpanan sampah nuklir, sampah itu mengandung radioaktif selama periode yang panjang sekali. Selama radioaktif itu bertahan, bahan itu menjadi ancaman terhadap kehidupan manusia dan kehidupan pada umumnya di planet ini.
Dengan demikian perlunya informasi merupakan salah satu alasan terpenting mengapa etika terapan harus dijalankan dalam konteks kerja sama multidisiplin.
3. norma-norma moral
Unsure etika dalam metode etika terapan adalah norma-norma moral yang relevan untuk topic atau bidang bersangkutan. Norma-norma itu sudah diterima dalam masyarakat, tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk topic atau bidang yang khusus, tidak bisa disangkal penerapan norma-norma moral merupan unsure terpenting dalam metode etika terapan.
4. logika
Uraian yang diberika dalan etika terapan harus bersifat logis. Logika dapat memperhatikan bagaimana dalam suatu argumentasi tentang masalah moral perkaitan kesimpulan etis dengan rpremis-[remisnya dan juga apakah penyimpulan itu tahan uji jika diperiksa secara kritis menurut aturan-aturan logika. Logika dapat menunjukan kesalahan penalaran dan inkosistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi. Logika juga memungkinkan kita untuk menilai definisi dan klasifikasi yang dipakai dalam argumentasi
D. Relasi etika dan dan filsafat
Filsafat iailah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita, aspirasi-aspirasi dan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, aturan-aturan dan prinsip etis. Menurut Sidney Hook, filsafat juga pencari kebenaran, suatu persoalan nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan nilai untuk melaksanakan hubungan-hubungan kemanusiaan secara benar dan juga berbagai pengetahuan tentang apa yang buruk atau baik untuk memusatkan bagaimana seseorang harus memilih atau bertindak dalam kehidupannya.
Florence Kluckholn, mengidemtifikasikan sejumlah orientasi nilai yang tampaknya berkaitan dengan masalah kehidupan dasar:
1. Manusia berhubungan dengan alam atau lingkungan fisik dalam arti mendominasi, hidup dengan atau ditaklkukan alam.
2. Manusia menilai sifat/hakikat manusia sebagai baik, atau camppuran antara baik dan buruk.
3. Manusia hendaknya bercermin pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
4. Manusia lebih menyukai aktivitas yang sedang dilakukan, akan dilakukan, atau telah dilakukan.
5. Manusia menilai hubungan dengan orang lain, dalam kedudukan yang langsung, individualistis, atau posisi yang sejajar.
Daftar Pustaka
Etika. K.Bertens (Jakarta: PT Gramedia,1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar