NAMA : NENDEN NELAWATI (KPI 5 E)
NIM :1112051000135
a. Bidang yang menjadi garapan etika terapan saat ini : profesi:
Dokter, hakim, jurnalis, pengacara.
- Etika kedokteran sekarang sering dimengerti dengan cara lebih luas dari pada pembahasan pekerjaan dokter saja, sehingga mencakup semua hal etis yang berkaitan dengan kehidupan. Cakupan lbih luas ini tercermin dalam nama-nama baru untuk cabang etika terapan tersebut, seperti "etika biomedis" dan bioetika". Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah membedakan antara makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar, artinya masalah ini menyangkut suatu bangsa seluruhnya atau bahkan seluruh umat manusia. Sedangkan mikroetika membicarakan pernyatan-pernyatan etis di mana individual terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya. Kadang-kadang dalam makro etika dan mikro etika disisipkan lagi jenis etika terapan ynag ketiga, yaitu meseotika. Meseotika menyeoroti masalah-masalah etis yang berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi, misalnya kelompok ilmuan, profesi wartawan, dan sebagainya.
- Etika hakim. Untuk jabatan Hakim, Kode Etik Hakim disebut Kode Kehormatan Hakim. Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional. Oleh karena itu Kode Kohormatan Hakim memuat tiga jenis etika, yaitu :
1. Etika kedinasan pegawai negeri sipil
2. Etika kedinasan hakim sebagai pejabat fungsional penegak hukum
3. Etika hakim sebagai manusia pribadi, manusia pribadi anggota masyarakat.
Uraian Kode Etik Hakim meliputi :
Etika kepribadian hakim
Etika melakukan tugas jabatan
Etika pelayanan terhadap pencari keadilan
Etika hubungan sesame rekan hakim
Etika pengawasan terhadap hakim
- Etika jurnalis. Jurnalis adalah sebuah profesi, dimana profesi tersebut memiliki etika. Etika seorang jurnalis sudah tersusun rapih dalam sebuah Kode Etik Jurnalis, yaitu :
Pasal 1 Kepribadian Wartawan Indonesia (Wartawan Indonesia adalah Warga Negara Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa pancasila, taat pada Undang-Undang Dasar 1945, bersifat kesatria dan menjunjung tinggi hak-hak manusia serta memperjuangkan emansipasi Bangsa dalam segala lapangan dan denga turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai warga dari masyarakat-bangsa-bangsa di dunia.
Pasal 2 Pertanggung Jawaban (Watawan Indonesia dengan rasa penuh tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya sesuatu berita atau tulisan disiarkan.
Pasal 3 Cara Pemberitaan dan Menyatakan Pendapat (Wartawan Indonesia menempuh jalan dan usaha yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita.
Pasal 4 Pelanggaran Hak Jawab (Tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasarm hasut-hasutan yang membahayakan kesehatan Negara, fitnah, pemutarbalikan kejadian dengan sengaja, penerimaan sesuatu untuk menyiarkan suatu berita/tulisan adalah pelanggaran yang berat terhadapa profesi.
Pasal 5 Sumber Berita ( Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya dan tidak menyiarkan keterangan yang diberikan secara , off record".
Pasal 6 Kekuata Kode (Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia dibuat atas prinsip, bahwa pertanggungan jawab tentang pernyataan terutama terletak pada hari nurani setiap wartawan Indonesia.
Pasal 7 (Pengawasan penataan Kode Etik Jurnaslitik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia yang menentukan sanksi-sanksi yang diperlukan.
- Etika pengacara. Etika pengacara yaitu dimana pengacara memiliki kewajiban terhadap kliennya. Misalnya kewajiban mengatakan yang benar, kewajiban menyimpan rahasia jabatan, dan sebagainya).
b. Pendekatan etika terapan : praktis, pragmatis, moralis.
1. Pendekatan Multidisipliner dan Interdisipliner
Pendekatan multidisipliner adalah usaha pembahsana tentang tema yang sama oleh pembagi ilmu, sehingga semua ilmu itu memeberikan sumbangannya yang satu disamping yang lain. Sekat-sekat pemisah antara ilmu-lmu itu tetap dipertahankan. Sedangkan interdisipliner jauh leboih sulit dilaksanakan. Pendekatan interdisipliner adalah kerjasama antara beberapa ilmu tentang tema yang sama dengan maksud mencapai suatu pandangan terpadu. Pendekatan interdisipliner dijalankan dengan cara lintas disiplin. Disini semua ilmu yang ikut serta meninggalkan sudut pandang yang terbatas, sehingga melebur kedalam satu pandangan yang menyeluruh. Pendekatan interdisipliner seperti ini jarang ditemukan dan biasanya hanya berperan sebagai ideal. Pendekatan multidisipliner kerap kali adalah usaha yang lebih realistis dan sesungguhnya sudah cukup sulit untuk dijalankan.
2. Pentingnya Kasuistik
Dengan kasuistik dimaksdukan usaha memecahkan kasus-kasus konkrit dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum. Jadi, ksuistik ini sejalan dengan maksud umum etika terapan. Salah satu cabang dimana kasuistik sekarang paling banyak dipergunakan adalah etika biomedis. Kemudian suatu bidang yang lain dimana kasuistik sudah lama dipraktikan adalah hukum.
Kasuistik diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan dibidang moral. Kasuistik begitu menarik karena mengungkapkan sesuatu kekhususan argumentasi dalam etika. Kasuistik mengandaikan secara implicit bahwa relativisme moral tidak bisa dipertahankan. Kasuistik timbul karena ada keyakinan bahwa prinsip-prinsip etis bersifat umum dan tidak relatif saja terhadap suatu keadaan konkrit.
c. Metode etika terapan
- Ilmu praktis seperti etika terapan tidak ada metode siap pakai yang bisa dimanfaat begitu saja oleh semua orang berkecimpung dibidang ini. Dalam etika terapan, kami menyebutnya empat unsur yang dengan salah satu cara selalu berperan dalam etika terapan. Metode etika terapan dalam hal ini sejalan dengan proses terbentuknya pertimbangan moral pada umumnya. Empat unsur yang dimaksudkan yaitu:
1. Dari sikap awal menuju refleksi
Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah apapun, kita tidak pernah bertolak dari nol. Selalu sudah ada suatu sikap awal. Sikap awal ini terbentuk karena bermacam-macam faktor yang memainkan pranan dalam hidup seorang manusia : pendidikan, kebudayaan, agama, pengalaman pribadi, media massa, watak seseorang.
2. Informasi
Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan, adalah informasi. Bisa saja terjadi sikap awal yang pro atau kontra itu sebenarnya masih sangat emosional atau sekurang –kurangnya dikuasai oleh faktor subjektif yang tidak sesuai dengan kenyataan objektif. Melalui informasi kita dapat mengetahui bagaimana keadaan objektif itu.
3. Norma-norma moral
Penerapan norma-norma moral ini merupakan usur terpenting dalam metode etika terapan. Penerapan norma disini tidak berlangsung seperti penerapan prinsip teori mekanik dalam teknik. Tidak boleh diberi kesan seolah-olah norma sendiri sudah siap sedia dan tinggal diterapkan saja. Dalam penelitian etika terapan sering kali norma itu harus tampak dulu atau harus membuktikan diri sebagai norma.
4. Logika
Uraian yang diberikan dalam etika terapan harus bersifat logis juga. Logika dapat memperlihatkan bagaiman dalam suatu argumentasi tentang masalah moral perkaitan kesimpulan etis dengan premis-premisnya dan juga apakah penyimpulan itu tahan uji, jika diperiksa secara kritis menurut aturan-aturan logika. Logika dapat menunjukan keslahan penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi.
d. Relasi Etika dan Filsafat
Filsafat adalah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita, aspirasi-aspirasi dan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, aturan-aturan dan prinsip etis. Menurut Sidney Hook, Filsafat juga pencari kebenaran, suatu persoalan nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan nilai untuk melaksanakan hubungan-hubungan kemanusiaan secara benar dan juga berbagi pengetahuan tentan apa yan buruk atau baik untuk memusatkan bagaimana seseorang harus memilih atau bertindak dalam kehidupannya.
Florence Kluckholn, mengidentifikasikan sejumlah orientasi nilai yang tampaknya berkaitan dengan masalah kehidupan dasar:
1. Manusia berhubungan dengan alam atau lingkungan fisik dalam arti mendominasi, hidup dengan atau ditaklukan alam.
2. Manusia menilai sifat/hakikat manusia sebagai baik atau campuran antara baik dan buruk.
3. Manusia hendaknya bercermin pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
4. Manusia lebih menyukai aktivitas yang sedang dilakukan, akan dilakukan atau telah dilakukan.
5. Manusia menilai hubungan dengan orang lain, dalam kedudukannya yang langsung, individualistis, atau posisi yang sejajar.
SUMBER : Bertens, K. Etika. Gramedia Pustaka Utama:Ciputat, 1993.
Mufid, Muhamad. Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana:Jakarta, 2009
Said, H. Muh. Etika Masyarakat Indonesia. Pradnya Paramita:Jakarta, 1980
Tidak ada komentar:
Posting Komentar