Senin, 29 September 2014

Tugas 2 etika terapan / Siti Aisyah_1112051000144_KPI 5E

A.    Bidang garapan etika terapan profesi
Etika terapan kedokteran merupakan kesadaran dan pedoman yang mengatur prinsip-prinsip moral dan etik dalam melaksanakan kegiatan dalam profesi kedokter.  Sehingga mutu dan kualitas profesi kedokteran tetap terjaga dengan cara yang terhormat. Etika pprofesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku dokter dalam hubungannya dengan pasien, masyarakat, keluarga, mitra kerja dan teman sejawat. Bidang garapan etika terapan dalam bidang profesi dokter, bahwa etika kedokteran sekarang sering dimengerti dengan cara yang lebih luas dari pada pembahasan pekerjaan dokter saja, sehingga mencakup semua masalah etis yang berkaitan dengan kehidupan. Cakupan lebih luas ini tercermin dalam nama-nama baru untuk cabang etika terapan, seperti "etika biomedis" dan "bioetika". Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah membedakan antara makroetika dan mikroetika. Kalau dalam etika terapan dalam bidang kedokteran merupakan mikroetika karena kewajiban seorang dokter terhadap pasiennya dimana kewajiban itu mengatakan hal yang benar tentang pasien tersebut. Dan merupaka salah satu tanggung jawab seorang dokter terhadap pasiennya dimana seorang dokter harus senantiasa mengiatkan akan kewajiban melindungi hidup makhluk insane dan bersikap tulus ikhlas terhadap pasien dengan mempergunakan segala ilmunya. Seorang dokter juga wajib memelihara kesehatannya supaya dapat berkerja dengan baik.
 Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum (Legal Aparatus) yang sudah memiliki kode etik sebagai standar moral atau kaedah seperangkat hukum formal. Namun realitanya para kalangan profesi hukum belum menghayati dan melaksanakan kode etik profesi dalam melaksanakan profesinya sehari-hari, terlihat dengan banyaknya yang mengabaikan kode etik profesi, sehingga profesi ini tidak lepas mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Khusus berkenaan dengan pemutusan perkara di pengadilan yang dirasa tidak memenuhi rasa keadilan dan kebenaran maka hakimlah yang kena, dan apabila memenuhi harapan masyarakat maka hakimlah yang mendapat sanjungan. Dengan kata lain masyarakat memandang wajah peradilan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh sikap atau perilaku hakim.
Dari peranannya yang sangat penting dan sebagai profesi terhormat (Offilium nobile), atas kepribadiannya yang dimiliki. Hakim mempunyai tugas sebagaimana dalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman adalah Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
 Di sini terlihat jelas seorang hakim dalam menjalankan tugasnya selain di batasi norma hukum atau norma kesusilaan yang berlaku umum juga harus patuh pada ketentuan etika profesi yang terdapat dalam kode etik profesi. Kode etik sendiri merupakan penjabaran tingkah laku atau aturan hakim baik di dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun pergaulan dalam masyarakaat, yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
Jurnalis etika terapan pada profesi jurnalis memiliki beberapa kode etika yang harus ditaati seperti kepribadian wartawan yang selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta memperjuangkan emansipasi bangsa. Jurnalis penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan parlu atau tidaknya sesuatu berita atau tulisan disiarkan.jurnalis juga harus menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita dan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari sesuatu surat kabar atau penerbitan.
B.     Pendekatan etika terapan:
Praktis, etika profesi hendaknya dilihat sebagai ilmu yang bersifat praktis, untuk itu didalam kajiannya, etika profesi tidak meninggalkan segi atau landasan teoritisnya. Sebagai ilmu praktis maka etika profesi memiliki sifat yang mementingkan tujuan perbuatan dan kegunaannya, baik kegunaan secara pragmatis maupun secara utilitaritis dan deontologis.
Pragmatis memandang etika profesi sebagai pragmatis berarti melihat bagaimana kegunaan itu memiliki makna bagi seorangg professional melalui tindakan yang positif yang berupa pelayanan terhadap klien, pasien, atau pemakai jasa. Sejalan dengan kegunaan preagmatis, maka kegunaan yang bersifat utilitaris akan sangat bermanfaat apabila dapat menghasilkan perbuatan yang baik. Seorang arsitek akan mendapat kebahagian apabila rancangan bangunannya dipakai oleh seseorang dan diterapkan dalam pembuatan rumahnya dan pada akhirnya orang itu merasa puas atas desain rumahnya.
Moralis didalam penerapannya atau dalam dunia kerja, seorang professional harus dibimbing oleh norma moral, yaitu norma yang mewajibkan tanpa syarat (begitu saja) tanpa disertai pertimbangan lain.
Metode etika terapan merupakan pendekan ilmiah yang pasti tidak seragam. Ilmu praktis seperti etika terapan tidak ada metode siap pakai yang bisa dimanfaatkan begitu saja oleh semua orang yang berkecimpung dibidang ini. Dalam etika terapan, variasi metode dan variasi pendekatan pati besar sekali. Disini disebutkan empat unsur yang dengan salah satu cara selalu berperanan dalam etika terapan, berapapun besarnya variasi yang dapat ditemui disini. Dan sebenarnya empat unsur ini mewarnai setiap pemikiran etis. Setiap orang yang ingin membentuk suatu pendirian yang beralasan tentang problem-problem etis juga di luar kerangka etika terapan yang resmi akan menjumpai empat unsure ini. Jadi, metode etika terapan dalam hal ini sejalan dengan proses terbentuknya pertimbangan moral pada umumnya. Empt unsur yang dimaksudkan yaitu:
1.                  Dari sikap awal menuju refleksi
Sikap awal ini bisa pro atau kontra atau juga netral, malah bisa tak acuh, tapi bagaimanapun mula-mula sikap ini dalam keadaan belum direfleksasikan. Pada mulanya kita belum berpikir mengapa kita bersikap demikian. Misalnya, dinegara yang dalam hukum pidananya mengenal praktik hukuman mati, para warga Negara tidak berpikir mengapa mereka menyetujui keadaan itu, ataupun di tempat di mana digunakan tenaga nuklir sebagai sumber energy, hal itu bisa saja diterima tanpa keberatan apa pun. Sikap awal ini terbentuk karena bermacam-macam factor yang memainkan peranan dalam hidup seorang manusia: pendidikan, kebudayaan, agama, pengalaman pribadi, media massa, pengalaman seseorang, dan banyak hal lain lagi. Sikap awal seperti itu dipertahankan tanpa berpikir lebih panjang sampai saat kita berhadapan dengan suatu peristiwa atau keadaan yang menggugah refleksi kita. Atau bisa juga sikap awal itu menjadi problematis, jika kita bertemu dengan orang yang mempunyai sikap lain tentang masalah yang sama. Peristiwa atau keadaan seperti yang dijelaskan diatas dapat membuka mata kita. Pada saat itu sikap awal menjadi problematis dan pemikiran moral kita tergugah. Dengan itu refleksi etis mulai perjalanannya. Hal itu bisa berlangsung dalam hidup pribadi seseorang yang berpikir tentang salah satu masalah etis. Tapi hal yang sama bisa terjadi juga pada skala lebih besar dalam etika terapan yang dijalankan dengan cara sistematis.
2.      Informasi
Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah informasi. Hal itu terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan demikian informasi merupakan salah satu alasan terpenting mengapa etika terapan harus dijalankan dalam konteks kerja sama multidisipliner.
3.      Norma-norma Moral
Norma –norma moral sudah diterima dalam masyarakat, tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk topic atau bidang yang khusus ini. Penerapan norma-norma moral ini merupakan unsure terpenting dalam metode etika terapan. Norma-norma merupakan pekerjaan gampang. Penerapan norma-norma di sini tidak berlangsung seperti penerapan prinsip-prinsip teori mekanika dalam teknik. Karena itu nama "etika terapan" sebetulnya bisa menyesatkan dan ada etikawan yang tidak begitu senang dengan nama itu karena alasan tersebut. Dalam penelitian etika terapan sering kali norma itu harrus tampak dulu atau harus membuktikan diri sebagaio norma. Di sinilah norma menjadi penting.
4.      Logika
Uraian yang diberikan dalam etika terapan harus bersifat logis juga. Logika dapat memperlihatkan bagaimana dalam suatu argumentasi tentang masalah moral perkaitan kesimpulan etis dengan premis-premisnya juga diperiksa secara kritis menurut aturan-aturan logika. Logika dapat menunjukkan kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang barang kali terjadi dalam argumenttasi. Logika juga memungkinkan kita untuk menilai definisi dan klasifikasi yang dipakai dalam argumentasi. Define yang jelas dan menurut aturan-aturan logika dapat membantu banyak untuk mencapai hasil dalam suatu perdebatan moral. Sebab, definisi itu menjadi titik tolak yang mengarahkan seluurh diskusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini