Nama : Sukmana Galih Maulana
NIM : 1112051000088
Kelas : KPI 5C
NIM : 1112051000088
Kelas : KPI 5C
TUGAS II
ETIKA TERAPAN
ETIKA TERAPAN
Etika terapan (applied ethics) sama sekali bukan hal yang baru dalam sejarah filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles etika merupakan filsafat praktis, artinya filsafat yang ingin memberikan penyuluhan terhadap tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang harus dilakukan. Dalam abad pertengahan Thomas Aquinas melanjutkan filsafat praktis ini dan menerapkannya dibidang teologi moral. Pada awal zaman modern muncul etika khusus (speciall ethics) yang membahas masalah etis suatu bidang tertentu seperti negara dan keluarga.
A. Bidang Yang Menjadi Garapan Etika Terapan Saat ini
1. Dua wilayah besar yang disoroti etika terapan
Dua wilayah besar yang disoroti atau mendapat perhatian khusus dan serius di dalamnya, yakni wilayah profesi dan wilayah masalah. Etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, dan sebagainya, merupakan wilayah profesi. Penggunaan tenaga nuklir, pembuatan, pemilikan, penggunaan senjata nuklir, pencemaran lingkungan hidup, diskriminasi ras merupakan wilayah masalah. Cabang etika terapan yang paling banyak mendapat perhatian dalam zaman kita sekarang ini dapat disebut dari sudut/wilayah profesi, yakni: etika kedokteran dan etika bisnis. Dari wilayah masalah masalah dapat disebut: etika tentang perang dan damai dan etika lingkungan hidup.
2. Pembagian ke dalam makroetika dan mikroetika
Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah dengan membedakan antara makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar. Suatu masalah disebut makroetika apabila masalah itu menyangkut suatu bangsa seluruhnya abahn seluruh umat manusia. Ekonomi dan keadilan; lingkungan hidup, dan alokasi sarana-sarana pelayanan kesehatan dapat digolongkan sebagai contoh-contoh dari makroetika. Mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis dimana individu terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya atau kewajiban pengacara terhadap kliennya. Kadang diantara makroetika dan mikroetika disisipkan lagi jenis etika terapan yang ketiga, yang disebut mesoetika (meso=madya), yang menyoroti masalah-masalah etis yang berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi, seperti kelompok ilmuwan, profesi wartawan, pengacara dan sebagainya.
3. Pembagian ke dalam etika individual dan etika sosial
Pembagian lain etika terapan adalah pembedaan antara etika individual dan etika social. Etka individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri, sedangkan etika social membahas kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat. Namun pembagian ini banyak diragukan relevansinya, karena manusia peroranganpun selalu adalah mahluk social, sehingga tidak bias dibedakan antara etika semata-mata individual dan etika yang semata-mata sosial.
B. Pendekatan Etika Terapan
Etika terapan mesti bekerjasama dengan disiplin-disiplin ilmu-ilmu lain. Kerjasama ini mutlak diperlukan, karena dia harus membentuk pertimbangan tentang bidang-bidang yang sama sekali diluar keahliannya. Seorang etikawan akan sulit baginya memberikan pertimbangan moral yang dapat dipertanggungjawabkan untuk suatu masalah medis yang sama sekali tidak dimengertinya dengan baik. Dia membutuhkan penjelasan atau ulasan yang memadai dan lengkap mengenai pilihan-pilihan tindakan medis beserta berbagai argumen dibelakangnya. Dan ini hanya akan diperoleh dari pihak-pihak yang berkompeten dalam bidang itu.
1. Pendekatan multidisipliner
Perlu dibedakan antara pendekatan multidisipliner dan pendekatan interdisipliner. Keduanya sama-sama merupakan pendekatan yang membuka pemahaman yang lebih luas dan mendalam atas suatu masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan multidisipliner adalah usaha pembahasan tentang tema yang sama oleh pelbagai ilmu, sehingga semua ilmu itu memberikan sumbangannya yang satu disamping yang lain. Setiap ilmuwan dari satu disiplin ilmu akan berusaha memberi penjelasan yang dapat dipahami juga oleh ilmuwan dari bidang lain. Multidisipliner merupakan usaha menyoroti suatu masalah tertentu dari berbagai seginya. Dalam melakukan hal ini perspektif setiap ilmu tetap dipertahankan dan tidak harus melebur dengan perspektif ilmiah yang lainnya. Disini tidak tercapai suatu pandangan terpadu, yang memang tidak dimaksudkan disini. Yang dihasilkan hanyalah pendekatan dari berbagai arah yang dipusatkan pada tema yang sama. Sedangkan pendekatan Indisipliner dijalankan dengan lintas disiplin dimana semua ilmu yang ikut serta meninggalkan pandangan yang menyeluruh. Hasil yang diperoleh dari kerjasama ini adalah suatu produk yang melampaui segi ilmiah masing-masing peserta. Dalam kenyataannya inter disiopliner agak sulit dilaksanakan. Dan walaupun pendekatan multidisipliner juga bukan hal yang tidak sulit namun pendekatan itu lebih realistis dilaksanakan.
2. pendekatan kasuistik
Pendekatan kasuistik yang dimaksud adalah usaha memecahkan kasus-kasus konkrit dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etika umum . Pembahasan kasus merupakan cara yang sangat cocok dalam etika terapan, dan mengungkapkan sesuatu tentang kekhususan argumentasi dalam etika. Pendekatan kasuistik diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan di bidang moral. Biasanya, kalau dimulai dari teori akan sulit mencapai suatu kesepakatan. Penalaran moral memang berbeda dengan penalaran matematis, yang selalu dilkukan dengan cara yang sama, kapan saja dan dimana saja, tak terpengaruh oleh faktor-faktor dari luar.
Dengan pendekatan kasuistik ini, sifat penalaran moral menunjukkan dua hal:
Pertama: Di suatau pihak kasuistik mengandaikan secara implisi bahwa relativisme moral tidak bias dipertahankan. Jika setiap kasus mempunyai kebenaran etis sendiri, makapendekatan kasuistik tidak perlu lagi. Kasuistik timbul karena ada keyakinan umum bahwa prinsip-prinsip etis itu bersifat universal dan tidak relatif saja terhadap suatu keadaan konkret.
Kedua: Umum diterima juga bahwa prinsip-prinsip etis tidak bersifat absolut begitu saja, dan tidak peduli dengan situasi konkret. Sebagaimana arti sebuah kata atau kalimat bias berubah karena konteksnya, demikian juga sifat-sifat suatu masalah etis bias berubah karena situasi khusus yang menandai kasusnya. Etika situasi sangat memperhatikan keunikan setiap situasi. Faktor-faktor spesifik yang menandai suatu situasi tertentu bias sangat bias sangat mempengaruhi penilaian terhadap suatu kasus. Semua kasus tidak sama dan ketidaksamaan ini penting diperhitungkan dalam rangka menerapkan suatu prinsip etika yang berlaku umum.
C. Metode Etika Terapan
Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak seragam. Disini tidak mau diberi kesan seolah-olah dalam etika terapan selalu dipakai metode yang sama. Justru dalam etika terapan tidak ada metode yang siap pakai yang bisa dimanfaatkan begitu saja oleh semua orang yang berkecimpung dibidang ini. Ada empat unsur yang mewarnai pemikiran etis. Setiap orang yang ingin membentuk suatu pendirian yang beralasan tentang masalah-masalah etis, juga diluar kerangka etika terapan dalam hal ini sejalan dengan proses terbentuknya pertimbangan moral pada umumnya. Keempat unsur itu adalah
1. Sikap Awal
Sikap awal merupakan sikap tertentu seseorang terhadap statu hal atau masalah yang dihadapinya. Sikap moral berupa sikap awal ini bisa pro atau kontra atau juga netral, masalah bisa tak acuh, terhadap sesuatu. Sikap awal ini pada umumnya merupakan sikap yang Belum direfleksikan. Artinya, orang Belem memikirkan mengana dia bersikap demikian terhadap masalah itu. Sikap awal ini terbentuk oleh macam-macam faktor yang ikut memainkan peranan dalam hidup seorang manusia, seperti: pendidikan, agama, kebudayaan, watak seseorang, pengalaman pribadi, media massa, kebiasaan, dan lain-lain. Umumnya sikap awal ini orang pertahankan tanpa memikirkannya lebih dalam lagi sampai saat dia berhadapan dengan suatu peristiwa atau keadaan yang menggugah refleksinya. Refleksi yang dilakukan selanjutnya dapat saja mengubah sikap awal tadi atau malah semakin meneguhkannya.
Sikap awal kita menjadi sesuatu yang problematis ketika kita bertemu dengan orang yang memiliki sikap lain tentang masalah yang sama. Kita bisa berbeda pandangan tentang sesuatu hal, umpamanya, tentang hukuman mati eutanasia; atau tentang masalah lebih sederhana, umpamanya tentang tindakan pemberantasan korupsi, tentang penentuan jodoh oleh orang tua, dan sebagainya. Berhadapan dengan sikap awal yang berbeda ini, pemikiran moral kita mulai tergugah, dan pada saat itulah refleksi etis kita mulai berlangsung. Kita mulai merefleksikan sikap awal, kita bertanya lebih dalam mengana kita bersikap demikian terhadap masalah itu; apa alasan yang bisa kita pertanggungjawabkan yang melandasi sikap kita itu; apakah alasan-alasan itu bisa tahan uji dihadapan berbagai alasan-alasan yang dikemukakan, yang melatarbelakangi sikap orang lain yang berbeda dengan sikap kita; dan sebagainya.
2. Informasi
Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah informasi, yang tentu mempunyai kaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. Kita butuh informasi penting dan obyektif mengenai sesuatu hal, dengannya kita bisa mengetahui dengan lebih baik tentang sesuatu yang sedang kita hadapi. Tanpa informasi yang memadai, maka sikap moral kita terhadap sesuatu sulit dipertanggungjawabkan. Pentingnya mendapatkan informasi yang memadai merupakan salah satu alasan mendasar mengenai etika terapan harus dijalankan dalam konteks verja sama multidisipliner, berbagai infornasi penting yang Sangat kita butuhkan sebagai landasan obyektif pembentukan sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan, dapat kita peroleh.
3. Norma-norma Moral
Unsur berikut dalam metode etika terapan adalah norma-norma moral yang relevan untuk topik atau bidang bersangkutan. Norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat. Penerapan norma-norma disini tidak berlangsung seperti pada penerapan prinsip-prinsip teori mekanika dalam teknik
Sebagai contoh adalah penghapusan perbudakan yang selama berabad-abad diterima begitu saja dalam banyak kebudayaan. Dalam zaman modern timbul kesadaran bahwa dari segi moral perbudakan tidak bisa diterima karena semua manusia berhak atas perlakuan yang sama.
4. Logika
Proses pembahasan suatu masalah yang sedang dihadapi harus mematuhi tuntutan berpikir logis-rasional. Ini diperlukan bagi setiap usa pembahasan untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Penerapan prinsip logis-rasional dapat memperlihatkan hubungan antara kesimpulan dengan premis-premis yang mendahuluinya, dan apakah kesimpulan yang diambil dapat tahan uji jika diperiksa secara iritis menurut aturan-aturan logika.
D. Hubungan Etika Dan Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, yang tugasnya meneliti dan menentukan semua fakta konkret sampai pada yang paling mendasar. Etika merupakan bagian dari filsafat, yaitu filsafat moral.
Daftar Pustaka
Etika K.Bertens,Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan,Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar