Rabu, 12 Desember 2012

anomali pidato presiden tentang korupsi

http://hukum.kompasiana.com/2012/12/13/anomali-pidato-antikorupsi-presiden-sby--516222.html

Sangat mungkin saat ini SBY sedang berada dalam kondisi galau, gemas, jengkel, dan gusar yang paling luar biasa, yang sebelumnya belum pernah terjadi. Tetapi, tidak bisa berbuat apa-apa. Saking galau dan gusarnya, pada Senin, 10 Desember 2012, dalam rangka memperingati hari antikorupsi internasional yang jatuh pada setiap tanggal 9 Desember itu,  SBY tampil di depan publik dengan pidato antikorupsinya yang justru terkesan kuat hendak membela koruptor!.
Sudah dua tahun ini, sejak Anas terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD), SBY dan para pendukungnya di PD terindikasi kuat berseteru dan berupaya sekuat tenaga dan dengan berbagai cara untuk menyingkirkan Anas Urbaningrum dari PD, terutama sekali dari jabatannya sebagai ketua umum.
Pada kongres PD, Mei 2010 lalu, SBY sangat ingin yang menjadi ketua umum PD adalah "anak kesayangannya" Andi Mallarangeng. Tetapi "mendadak" muncul Anas Urbaningrum yang mengacaukan skenario tersebut.
Ketika kasus korupsi wisma atlet dan Hambalang mulai terkuak semakin lebar, dan nama Anas Urbaningrum terus-menerus disebutkan (Nazaruddin) sebagai salah satu tokoh utamanya, dan KPK pun mulai bergerak semakin jauh, SBY merasakan inilah peluang terbaiknya untuk menyingkirkan Anas. SBY sangat mengharapkan bahwa KPK segera menetapkan Anas sebagai tersangka. Lebih bagus lagi kalau langsung ditahan. Dengan demikian PD mempunyai alasan yang sangat kuat untuk menyingkirkan Anas untuk selama-lamanya. Perang yang sangat melelahkan antara dirinya dengan Anas berakhir sudah, dengan kemenangan ada di tangannya. Demikian impian SBY.
Namun, yang terjadi adalah hal sebaliknya.
Seolah-olah kisah di pemilihan ketua umum PD di kongres PD Mei 2010 itu terulang lagi. Kalau di Mei 2010 itu SBY sangat mengharapkan Andi Mallarangeng-lah yang terpilih sebagai ketua umum PD, tetapi yang terjadi justru Anas Urbaningrum-lah yang terpilih.
Sekarang, SBY sangat mengharapkan KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka korupsi di wisma atlet dan Hambalang, yang terjadi justru Andi Mallarangeng-lah yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang! Sedangkan Anas masih bebas dan seolah-olah semakin kuat di kursi ketua umumnya itu.
Kemarahan SBY dapat dikatakan sudah sampai ke ubun-ubunnya. Tetapi, dia masih terus berupaya mengendalikan emosinya demi mempertahankan pencitraannya. Tetapi, emosi tersebut akhirnya terekspresikan di dalam pidatonya di Istana Negara, pada Senin, 10 Desember 2012 itu.
Kejengkelan SBY bahwa yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK adalah Andi Mallarangeng, bukan Anas Urbaningrum, membuat dia berpidato dengan cara-cara yang anomali, yang justru menjadi bumerang baginya. Di dalam pidatonya itu kelihatan sekali SBY yang katanya anti korupsi itu justru terkesan kuat membela Andi Mallarangeng. Bahkan ingin menyelamatkan dari jerat KPK.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dan mundur sebagai Menpora, Andi Mallarangeng pernah mengatakan bahwa dia tidak tahu-menahu tentang penggunaan anggaran di proyek Hambalang itu, dan dia tidak tahu bahwa untuk sebuah proyek bernilai di atas Rp 50 miliar harus diketahui dan ditangani langsung oleh menteri terkait (PP No. 60 Tahun 2008). Dengan kata lain, Andi ingin mengatakan bahwa terjadinya dugaan korupsi besar-besaran di Hambalang itu di luar tanggung jawabnya, karena dia tidak mengurus proyek itu. Yang bertanggung jawab sepenuhnya adalah bawahannya.
Nah, sepertinya di dalam pidatonya itu, Presiden SBY memakai pernyataan Andi Mallarangeng tersebut untuk secara tidak langsung membela "anak kesayangannya" itu. SBY mengatakan, bahwa ada pejabat yang tidak memahami definisi korupsi, sehingga mereka melakukan sesuatu yang tanpa disadarinya bahwa itu suatu perbuatan yang tergolong korupsi. Terhadap pejabat seperti ini negara wajib menyelamatkannya!
SBY antara lain mengatakan, "Pengalaman empirik kita delapan tahun lebih ini, saya menganalisis ada dua jenis korupsi. Pertama, memang korupsi diniati untuk melakukan korupsi. Ya sudah, good bye. Tapi ada juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat yang dilakukan itu keliru dan terkategori korupsi. Maka negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi tapi bisa salah di dalam mengemban tugas-tugasnya."
Menurut SBY, ada banyak pejabat yang tidak memahami definisi tindak pidana korupsi, sehingga mereka melakukan tindakan atau kebijakan yang dinilai melanggar hukum. Pejabat itu kemudian diminta pertanggungjawabannya di depan hukum. Padahal, sebenarnya pejabat itu tidak punya niat untuk korupsi. Pejabat itu tidak tahu kalau apa yang dilakukan dalam menjalankan jabatannya itu tergolong korupsi

"Tugas yang datang siang dan malam, Kadang-kadang memerlukan kecepatan pengambilan keputusan, memerlukan kebijakan yang tepat. Jangan biarkan mereka (pejabat pemerintah) dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi," seru SBY.
Sulit untuk tidak mengkaitkan pidato SBY ini dengan kasus mantan Menpora Andi Mallarangeng, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kPK, dan pernah mengatakan bahwa dia tidak tahu soal penggunaan anggaran di proyek Hambalang, dan tidak tahu juga kalau proyek dengan anggaran di atas Rp 50 miliar harus diketahi dan ditangani langsung oleh menteri yang bersangkutan (PP No. 60 Tahun 2008).
Jadi, SBY, dengan mengatasnamakan negara, akan melakukan suatu misi "rahasia" penyelamatan terhadap Andi Mallarangeng?
Apakah masuk akal ada pejabat pemerintah yang begitu lugunya sampai tidak tahu apa itu (definisi) korupsi? Kalau benar-benar ada, apalagi banyak – seperti yang dikatakan SBY sendiri – ini sungguh keterlaluan. Sistem apakah yang dipakai oleh negara selama ini, di bawah kepimpinan Presiden SBY, sampai bisa melahirkan pejabat-pejabat pemerintahan yang rendah kualitas intelektualnya seperti ini?
Dalam konteks ini, apa iya seorang politikus dan (mantan) pejabat tinggi negara/pemerintah selevel Andi Mallarangeng, yang sudah puluhan tahun berkecimpung di politik dan pemerintahan ini, lulusan Sarjana Sospol Fisipol Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1986), peraih gelar Doctor of Philisophy Ilmu Politik dari Northem Illinois University (NIU) Dekalb, Illinois, Amerika Serikat (1997), dan di universitas yang sama juga berhasil meraih gelar Master of Science di bidang Sosilogi, tetapi hanya untuk definisi apa itu korupsi, perbuatan apa saja yang dapat digolongkan sebagai korupsi, dia tidak tahu sama sekali?
Seandainya pun semua itu benar. Bahwa ada banyak pejabat pemerintah/negara yang tidak memahami sebenarnya apa itu korupsi, perbuatan dan kebijakan apa saja yang bisa digolongkan sebagai korupsi, tetap saja alasan itu tidak bisa dipakai untuk mengelak dari tanggung jawab di hadapan hukum. Karena dalam hukum, berlaku apa yang disebut "fiksi hukum." Yang artinya, setiap orang dianggap tahu tentang adanya suatu aturan hukum yang berlaku, sejak peraturan hukum itu diberlakukan. Sehingga tidak ada alasan bagi setiap orang untuk menghindar dari tanggung jawab hukum atas perbuatan/kelalaian yang dilakukannya dengan alasan dia tidak tahu kalau ada aturannya.
Seorang pencuri tidak bisa mengelak dari hukum dengan mengatakan bahwa dia tidak tahu kalau mengambil milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya itu merupakan suatu perbuatan tindak pidana. Seseorang tidak bisa mengelak dari hukum, karena atas kelalaiannya menyebabkan orang lain terluka atau meninggal dunia, dengan alasan dia tidak tahu kalau ada hukum yang mengaturnya. Seorang pejabat pemerintah yang karena lalainya, atau karena ketidakbecusannya menyebabkan kerugian keuangan negara, tidak bisa mengelak dari tanggung jawab hukum, dengan alasan dia tidak tahu kalau ada aturan hukum yang mengatur dia harus bertindak sebagaimana seharusnya sebagai seorang pejabat pemerintah.
Jangan-jangan, SBY berpidato seperti ini, karena dia juga termasuk pejabat negara yang tidak memahami definisi korupsi itu apa. Sampai-sampai malah berpidato yang justru terkesan kuat membela pejabat yang telah melakukan tindakan korupsi, dengan alasan ketidaktahuannya itu?
Saya jadi teringat dengan iklan antikorupsi Partai Demokrat yang pernah disiarkan di televisi-televisi dalam rangka memperingati hari antikorupsi pada 9 Desember 2008 lalu.
Di dalam iklan televisi tersebut beberapa petinggi PD satu per satu tampil sambil berseru lantang sambil mengepal tinjunya, menunjuk jarinya: "Katakan tidak pada korupsi!" Para petinggi PD itu, termasuk Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan SBY sendiri.
Di iklan itu pula disebutkan:  "Partai Demokrat bersama SBY terus melawan korupsi, tanpa pandang bulu." Faktanya sekarang, SBY ternyata memandang bulu. Yakni, terhadap pejabat pemerintah yang korupsi tetapi tidak tahu mereka korupsi itu , negara wajib menyelamatkan mereka! Menyelamatkan dari jerat hukum? Menyelamatkan dari KPK? Luar biasa!

Nah, dikaitkan dengan pidato SBY dan ulasan tersebut di atas, pada konteks artikel ini, bagaimana mungkin Andi Mallarangeng bisa ikut dalam kampanye antikorupsi dari PD itu kalau dia termasuk pejabat yang tidak memahami definis korupsi secara tepat?
"Katakan tidak pada korupsi" atau "Katakan tidak pada(hal) korupsi"? ***

Artikel ini ditulis oleh Daniel HT

tantan hermansah

www.talagabodas.blogspot.com
www.nyucrukgalur.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini