UPAYA "KOPAJA" ( KOMUNITAS PEDULI ANAK JALANAN) UNTUK MEMBINA MOTIVASI BELAJAR ANAK JALANAN
Dosen Pengampu : Dr. Tantan Hermansyah, M.Si
Di susun oleh
Putri Robiatul Islamiyah (11150540000004)
Saiful Iqbaludin (111505400000026)
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Assalaamu'alaikum WR. WB
Segala puji bagi Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan para tabi'in tabi'at semuanya.
Dengan rasa syukur yang sebesar-besarnya Alhamdulillah Kami telah dapat menyelesaikan penelitian ini, sebagai tugas pada mata pelajaran "Sosiologi Pedesaan". Rasa terimakasih juga kami ucapkan kepada dosen mata pelajaran yang telah memberikan tugas ini sehingga dengan adanya tugas ini, kami jadi lebih kreatif dan lebih memahami tentang pembahasan penelitian ini yaitu tentang upaya Kopaja (Komunitas Anak Jalanan) untuk membina motivasi belajar anak jalanan
Kami menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan penelitian ini banyak sekali kekurangan-kekurangannya, maka dari itu kami memohon maaf atas kekeliruan penulisan dan penyusunan. Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat untuk bersama.
Wassalamu'alaikum WR. WB
Ciputat, 29 Desember 2016
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian...................................................................................2
C. Pendekatan dan Metodologi Penelitian....................................................... 2
D. Tinjauan Teoritis.......................................................................................... 4
BAB 2: Gambaran Umum/ Obyek Kajian
A. Profil Umum/ Obyek Kajian ....................................................................... 10
B. Lokasi Kajian............................................................................................... 10
BAB3: Analisis Data
A. Analisis Data................................................................................................ 11
BAB 4: Penutup
A. Kesimpulan.................................................................................................. 15
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi "masalah" bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihahan hidup yang diinginkan oleh siapapun. melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana 'kopaja' membina dan membedayaan anak jalanan?
2. Bagaimana dampak 'kopaja' dan respon masyarakat terhadap anak jalanan binaan kopaja?
3. Bagaimana 'kopaja' memotivasi minat belajar anak jalanan?
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan judul Upaya "Kopaja" (Komunitas Peduli Anak Jalanan) Untuk Membina Motivasi Belajar Anak Jalanan di Terminal Pulau Gadung
2. Jenis Sumber Data
Untuk melakukan penilitian maka penulis mengumpulkan data primer dan sekunder yang sesuai dengan tema penilitian
1. Data primer : Data yang diperoleh dari sumbe pertama, bearti wawancara kepada seseorang atau pengamatan penelitian langsung pada objek penilitian yakni dari, Pembina kopaja, masyaakat sekitar dan anak-anak binaan Kopaja (Komunitas Peduli Anak Jalanan).
2. Data sekunder : Yaitu data penunjang yang diperoleh dari hasil peniliitian orang lain yang di olah menjadi data-data, buku, koran, majalah dan lain-lain. Atau juga pandangan, komentar orang di luar lokasi penelitian tentang kopaja (Komunitas Peduli Anak Jalanan).
3. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antar pewawancara atau peneliti dengan responden. Denga teknik wawancra ini peneliti memperoleh dat yang bersifat fakta.
Petama – tama kami mewawancarai ka lisfatul sebagai founder pada hari selasa, jam 13-00 s/d 18-00, di daerah pulogadung Jakarta timur.
Setelah mendapatkan sedikit banyak data, kami mewawancarai bogel salah satu anak binaan kopaja, dari bogel kami dapat data tentang kegiatan dan cara memotivasi anak jalanan.
Setelah bogel, kami mewawancarai waga sekitar yang ada didekat sekolah anak jalanan tersebut, salah satunya yaitu bang faiz (sebagai gojek), beliau priibadi yang humoris dan santun, ketika saya ingin mewawancarai tiba-tiba saya langsung disughkan minuman dan makanan,dari beliau saya mendapatkan keluh kesah dan opini dari masyarakat untuk kopaja.
2. Observasi
Observasi merupakan salah satu pengumpulan data yang menggunakan pertolongan indra mata. Teknik ini besifat untuk mengurangi jumlah pertanyaan dalam wawancara, mengukur kebenaran jawaban pada wawancara dan untuk memperoleh data yang tidak bisa didapatkan dengan wawancara atau yang lainya.
4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian kali ini yaitu mencari tahu bagaimana kakak-kakak pembina kopaja membina, memotivasi, dan mendirikan sekolah yang ada di terminal rawamangun untuk anak jalanan yang ada di kopaja (komunitas peduli anak jalanan) agar anak-anak ini lebih baik kedepanya dan memiliki masa depan yang lebih baik. Dari ruang lingkup diatas dan untuk memfokuskan penilitian ini, maka tujuan penilitian ini yakni :
- Mengetahui bagaimana kopaja memberdayakan dan membina anak jalanan.
- Mengetahui bagaimana kopaja memotivasi minat belajar anak jalanan.
- Mengetahui bagaimana dampak dan reaksi masyarakat terhadap anak jalanan setelah di bina dan di bimbing kopaja.
D. Tinjauan Teoritis
Teori Emile Durkheim : Solidaitas (Mekanis)
The Division of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964;Gibbs,2003) telah disebut sebagai karya klasik pertama sosiologi. Di dalam karya tersebut, Durkheim mengamati perkembangan relasi modern di antara para individu dan masyarakat. Secara khusus, Durkheim ingin menggunakan ilmu sosiologinya yang baru untuk mengetahui pandangan masyarakat pada saat itu mengenai krisis moralitas modern.
Di Prancis pada masa Durkheim, tersebar luasnya perasaan krisis moral. Revolusi Prancis telah mencerminkan fokus pada hak-hak individu yang sering mengungkapkan diri sebagai suatu serangan kepada otoritas tradisional dan kepercayaan-kepercayaan agamis. Tren itu berlanjut bahkan setelah jatuhnya pemerintahan revolusioner. Pada pertengahan abad kesembilan belas, banyak orang merasa bahwa tatanan sosial terancam karena masyarakat cenderung individualistis dan egois. Dalam waktu kurang dari 100 tahun antara Revolusi Prancis dan masa dewasa Durkheim, Prancis mengalami tiga monarki, dua kekaisaran, dan tiga republik. Rezim-rezim itu menghasilkan empat belas konstitusi. Perasaan mengenai krisis moral dipengaruhi juga oleh kekalahan Prancis, yang mencakup pencaplokan yang dilakukan Prancis pada tempat kelahiran Durkheim. Hal itu di ikuti oleh revolusi yang berlangsung singkat dan keras yang dikenal sebagai Komune Paris. Baik kekalahan maupun revolusi berikutnya di anggap sebagai akibat individualisme yang merajalela.
Menurut Aguste Comte, banyak dari peristiwa di atas dapat di jelaskan melalui pembagian kerja yang semakin bertambah. Di dalam masyarakat sederhana memiliki mata pencaharian yang homogen yaitu bertani. Mereka mempunyai pengalaman yang sama sehingga memiliki nilai-nilai bersama. Sebaliknya, di dalam masyarakat modern setiap orang mempunyai pekerjaan yang berbeda. Setiap individu memiliki tugas yang berbeda dan terspesialisai. Sehingga mereka tidak memiliki pengalaman bersama. Keberagaman itu menghancurkan kepercayaan moral yang seharusnya dimiliki oleh suatu masyarakat. Akibatnya, individu tidak akan berkorban secara sosial pada saat-saat dibutuhkan atau egoisme. Comte menginginkan agar sosiologi menciptakan suatu pseudo-agama yang akan mengembalikan lagi kohesi sosial. Dalam derajat yang besar, The Division of Labor in Society dapat di lihat sebagai suatu penyangkalan atas analisis Comte (Gouldner,1962). Durkheim berpendapat bahwa pembagian kerja tidak melambangkan lenyapnya moralitas sosial, tetapi lebih melambangkan jenis moralitas sosial yang baru.
Tesis The Division of Labor ialah bahwa masyarakat modern tidak di satukan oleh masyarakat yang homogen tetapi sudah heterogen. Pembagian kerja itulah yang menarik setiap individu untuk saling bergantung satu sama lain. Telah tampak bahwa pembagian kerja adalah suatu kebutuhan ekonomis yang merusak perasaan solidaritas, tetapi menurut Durkheim layanan ekonomis tidak begitu penting di bandingkan dengan efek moral yang di hasilkan dan fungsi sebenarnya ialah untuk menciptakan perasaan solidaritas antara dua orang atau lebih.
Kepadatan Dinamis
Pembagian kerja ialah suatu fakta sosial material bagi Durkheim karena merupakan suatu pola interaksi di dalam dunia sosial. Berdasarkan hal tersebut, fakta-fakta sosial harus di jelaskan oleh fakta-fakta sosial yang lain. Durkheim percaya bahwa penyebab peralihan dari solidaritas mekanis ke solidaritas organis ialah kepadatan dinamis. Konsep itu mengacu kepada jumlah orang di dalam suatu masyarakat dan jumlah interaksi yang terjadi di antara mereka. Semakin banyak orang akan mengakibatkan persaingan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Begitu pula semakin banyak interaksi maka semakin berat perjuangan dalam mempertahankan hidup di antara komponen masyarakat yang pada dasarnya sama.
Masalah-masalah yang di hubungkan dengan dinamika interaksi biasanya di pecahkan melalui diferensiasi sehingga munculnya spesialisasi. Munculnya pembagian kerja atau spesialisai memungkinkan orang-orang untuk saling melengkapi, di bandingkan berkonflik dengan satu sama lain. Selanjutnya, pembagian kerja yang bertambah menghasilkan efisiensi yang lebih besar. Akibatnya sumber-sumber daya bertambah dan membuat persaingan di antara mereka lebih damai.
Hal itu menunjukkan perbedaan final antara solidaritas mekanis dan organis. Pada masyarakat organis, kurangnya persaingan dan diferensiasi yang lebih banyak memungkinkan individu untuk saling bekerja sama dan semua individu di dukung oleh sumber daya yang sama. Karena itu dalam masyarakat organis perbedaan lebih banyak dari pada persamaannya. Maka dalam solidaritas organis ada lebih banyak solidaritas dan juga lebih banyak pula indivualitasnya di bandingkan dengan masyarakat solidaritas mekanis. Sehingga individualitas bukanlah lawan dari ikatan-ikatan sosial yang erat melainkan suatu persyaratan untuk itu.
Solidaritas Mekanis dan Solidaritas Organis
Konsep-konsep dalam The Division of Labor di lanjutkan Durkheim dalam The Rules of Sociological Method (1895). Solidaritas sosial di pandang sebagai perpaduan kepercayaan dan perasaan yang di miliki para anggota suatu masyarakat tertentu. Rangkaian kepercayaan ini membentuk suatu sistem dan memiliki "ruh" tersendiri. Pada kajian lebih dalamnya, Durkheim mengemukakan pernyataan yang lebih meyakinkan mengenai hakikat fakta-fakta sosial dan juga menetapkan kriteria metode analisinya. Hasilnya adalah sebuah statemen terbaik untuk mengungkapkan positivistik yang di terapkan di zamannya. Prestasi lainnya adalah di perolehnya kepastian bahwa solidaritas sosial harus di analisis sampai kebeberapa unsur komponennya.
Berdasarkan analisis Durkheim, persoalan tentang solidaritas di kaitkan dengan sanksi yang di berikan kepada warga yang melanggar peraturan dalam masyarakat. Bagi Durkhem indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanis adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum dalam masyarakat yang bersifat menekan (represif). Hukum-hukum ini mendefinisikan setiap perilaku penyimpangan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai serta mengancam kesadaran kolektif masyarakat. Hukuman represif tersebut sekaligus bentuk pelanggaran moral oleh individu maupun kelompok terhadap keteraturan sosial (sosial order). Sanksi dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis tidak di maksudkan sebagai suatu proses yang rasional.
Hukuman tidak harus merepresentasikan pertimbangan rasional dalam masyarakat. Hukum represif dalam masyarakat mekanis tidak termasuk pertimbangan yang di berikan yang sesuai dengan bentuk pelanggarannya. Sanksi atau hukuman yang di kenakan kepada orang yang menyimpang dari keteraturan, tidak lain merupakan bentuk atau wujud kesadaran kolektif masyarakat terhadap tindakan individu tersebut.
Pelanggaran terhadap kesadaran kolektif merupakan bentuk penyimpangan dari homogenitas dalam masyarakat. Karena dalam analisis Durkheim, ciri khas yang paling penting dari solidaritas mekanis itu terletak pada tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas serupa itu hanya mungkin kalau pembagian kerja (division of labor) bersifat terbatas.
Model solidaritas seperti ini biasa di temukan dalam masyarakat primitif atau masyarakat tradisional yang masih sederhana. Dalam masyarakat seperti ini pembagian kerja hampir tidak terjadi. Seluruh kehidupan di pusatkan pada sosok kepala suku. Pengelolaan kepentingan kehidupan sosial bersifat personal. Keterikatan sosial terjadi karena kepatuhan terhadap nilai-nilai tradisional yang dianut oleh masyarakat. Demikian juga sistem kepemimpinan yang di laksanakan berjalan secara turun-temurun.
Potret solidaritas sosial dalam konteks masyarakat dapat muncul dalam berbagai kategori atas dasar karakteristik sifat atau unsur yang membentuk solidaritas itu sendiri. Veeger, K.J. (1992) mengutip pendapat Durkheim yang membedakan solidaritas sosial dalam dua kategori :
1. Solidaritas mekanis
Solidaritas mekanis ini, terjadi dalam masyarakat yang memiliki ciri khas keseragaman pola-pola relasi sosial, memiliki latar belakang pekerjaan yang sama dan kedudukan semua anggota. Apabila nilai-nilai budaya yang melandasi relasi mereka, dapat menyatukan mereka secara menyeluruh. Maka akan memunculkan ikatan sosial yang kuat dan di tandai dengan munculnya identitas sosial yang kuat pula. Individu menyatukan diri dalam kebersamaan, sehingga tidak ada aspek kehidupan yang tidak diseragamkan oleh relasi-relasi sosial yang sama. Individu melibatkan diri secara penuh dalam kebersamaan pada masyarakat. Karena itu, tidak terbayangkan bahwa hidup mereka masih dapat berlangsung apabila salah satu aspek kehidupan di pisahkan dari kebersamaan.
Solidaritas mekanis menunjukan berbagai komponen atau indikator penting. Contohnya yaitu, adanya kesadaran kolektif yang di dasarkan pada sifat ketergantungan individu yang memiliki kepercayaan dan pola normatif yang sama. Individualitas tidak berkembang karena di hilangkan oleh tekanan aturan atau hukum yang bersifat represif. Sifat hukuman cenderung mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang muncul atas penyimpangan atau pelanggaran kesadaran kolektif dalam kelompok sosialnya.
Singkatnya, solidaritas mekanis di dasarkan pada suatu "kesadaran kolektif" (collective consciousness) yang di lakukan masyarakat dalam bentuk kepercayaan dan sentimen total di antara para warga masyarakat. Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen dalam banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung terjadi dalam seluruh aspek kehidupan, baik sosial, politik bahkan kepercayaan atau agama.
Doyle Paul Johnson (1994), secara terperinci menegaskan indikator sifat kelompok social atau masyarakat yang di dasarkan pada solidaritas mekanis, yakni :
a) Pembagian kerja rendah
b) Kesadaran kolektif kuat
c) Hukum represif dominan
d) Individualitas rendah
e) Konsensus terhadap pola normatif penting
f) Adanya keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
g) Secara relatif sifat ketergantungan rendah
h) Bersifat primitif atau pedesaan.
Contoh masyarakat solidaritas mekanis dan organis. Yaitu masyarakat yang memiliki pola pembagian kerja yang sedikit, seperti pada masyarakat desa. Masyarakat desa memiliki homogenitas pekerjaan yang tinggi misalnya sebagai petani. Karena kesamaan yang dimiliki oleh masyarakat desa, membuat membuat kesadaran kolektif antara individu di dalam masyarakat itu sangat tinggi. Masyarakat desa juga homogenitas dalam hal kepercayaan di bandingkan masyarakat kota. Homogenitas itulah yang mepersatukan masyarakat desa.
BAB II
Gambaran Umum Subyek/Obyek kajian
A. Gambaran Umum Subyek/Obyek kajian
1. Profil Umum Subjek/Obyek
Dulu sebelum beganti nama sebagai KOPAJA kakak Pembina menamakan komunitas ini, KPAJ Jakarta (Komunitas Peduli Anak Jalanan Jakarta? Sekarang, singkatannya sudah direvolusi menjadi KOPAJA (supaya mudah disebut dan lebih akrab dengan nama Jakarta identik dengan angkutan umum "kopaja".
Pendirinya yaitu Kak Zaky, lulusan MTs N 12 Jakarta. Dan Kak Hulaifah, istri Kak Zaky, Melalui meeka lah banyak anak-anak jalanan yang ter motivasi untuk hidup lebih baik lagi. Kopaja mempunyai sekolah anak jalanan yang belokasi di terminal pulo gadung Jakarta timur
2. Lokasi Kajian
· Tempat Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan di Terminal Pulo Gadung Jakarta Timur dan Jalan Kemanggisan Ilir III RT 007/013 No.18B Palmerah, Jakarta Barat.
· Subyek Penelitian: Subyek penelitian ini adalah Pembina serta founder kopaja (Komunitas Peduli Anak Jalanan) serta anak-anak binaan Kopaja (Komunitas Peduli Anak Jalanan) dan warga sekitar yang di Terminal Pulo Gadung.
- .
BAB III
ANALISIS DATA
Analisis UPAYA "KOPAJA" ( KOMUNITAS PEDULI ANAK JALANAN) UNTUK MEMBINA MOTIVASI BELAJAR ANAK JALANAN
A. 'Kopaja'(komunitas peduli anak jalanan Jakarta) membina dan membedayaan anak jalanan
Anak jalanan sering kali di anggap sebelah mata, sehingga sering di artikan seperti anak pinggiran yang tidak mempunyai masa depan. Banyak orang berfikir negatif tentang peristiwa anak jalanan ini. Dari segi sosial anak jalanan kurang di lihat dan cendeung di asingkan dari kehidupan masyarakat sehingga membuat anak jalanan sepeti sampah masyarakat. Dai hal itu mucul lah inovasi-inovasi dari pemberdaya masyarakat yang membina seta memotivasi anak jalanan sehingga mereka mampu bersekolah dan mengenyam bangku pendidikan. Disini lah komunitas kopaja berdiri, karna adanya fenomena yang terjadi di masyarakat tentang anak jalanan. Dulu sebelum beganti nama sebagai KOPAJA para pendiri menamakan komunitas ini, KPAJ Jakarta (Komunitas Peduli Anak Jalanan Jakarta? Sekarang, singkatannya sudah direvolusi menjadi KOPAJA supaya mudah disebut dan lebih akrab dengan nama Jakarta identik dengan angkutan umum "kopaja".
Pendirinya yaitu Kak Zaky, lulusan MTs N 12 Jakarta. Dan Kak Hulaifah, istri Kak Zaky, Melalui meeka lah banyak anak-anak jalanan yang ter motivasi untuk hidup lebih baik lagi. Kopaja mempunyai sekolah anak jalanan yang belokasi di terminal pulo gadung Jakarta timur. Bentuk upaya pemberdayaan anak jalanan selain melalui sekolah anak jalanan, dapat juga dilakukan dengan program-program :
1. Center based program
Beda dengan sekolah kopaja yang formal. Center based program yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang bersifat tidak permanen. Contohnya rumah singgah atau yang di sebut basecamp kopaja yang ada di terminal pulo gadung Jakarta timur. Guna rumah singgah ini adalah tempat saling bertukar pikiran anak jalanan sesama anak binaan kopaja dan tempat serba guna bagi yang ini beristirahat seta ada mushola kecil untuk tempat solat dan membaca.
2. Street based interventions
Strategi pemberdayaan ini adalah melakukan pendekatan langsung di tempat anak jalanan, yang berada di jalan atau yang sedang melakukan kegiatan mengamen. Gunanya adalah mengadakan pendekatan emosional dengan paa anank jalanan sehingga kita dapat mengajaknya untuk minat belajar dan membinanya sehingga kedepanya mereka memiliki masa depan yang baik.
3. Community based strategi
Yang terakhir yaitu memperhatikan sumber gejala munculnya anak jalanan baik keluarga maupun lingkungan. Dalam kaitanya dengan model pembinaan anak jalanan di sekolah kopaja, ada bebeapa hal yang harus di ketahui. Misalnya tahap-tahap pemberdayaan anak jalanan. Apakah pembinaan tersebut dilakukan dengan cara model penjangkauan kunjungan pendahuluan dan persahabatan dengan mereka? Apakah dilakukan dengan cara identifikasi masalah (problem assessement) sebagai langkah dalam menginventarisir idrntitas anak jalanan. Apakah dilakukan dengan cara memberikan pendidikan alternative (pendidikan luar sekolah) sebagai untuk mencegah munculnya masalah sosial anak jalanan, seperti pelatihan dan peningkatan ktrampilan.
B. 'Kopaja'(komunitas peduli anak jalanan Jakarta) memotivasi minat belajar anak jalanan
Dalam pemberdayaan dan pembinaan perlu sekali motivasi dari para mentor yang ada di kopaja. Gunanya dalah mengetahui minat bakat para anak jalanan agar nanti para mentor dapat menyalukan minat bakat tersebut. Para mentor biasanya bertukar pikian dan pogram agar anak jalanan tidak jenuh dan terkesan formal. Banyak program yang di adakan di kopaja semisal baksos kopaja, study tour ke komunitas anak jalanan lain serta seminar yang di adakan elawan untuk memotivasi anak jalanan. Motivasi yang diterapkan anak jalanan antara lain live, love, learn dan laugh.
1. Live , Love, Learn, and Laugh
Live bisa diartikan (hidup), dari live ini para mentor memotivasi tentang bagaimana cara atau pola fikir untuk bertahan hidup dengan cara-cara yang baik atau halal.
Love banyak diartikan (cinta), cinta disini bukan diartikan cinta kepada orang dan lain. Cinta disini yang diajarkan para mentor atau relawan yaitu mencintai dan menyayangi sesama. Dengan kata lain para anak jalanan binaan kopaja diharapkann mampu mempunyai rasa kepimilikan antar anak jalanan dan membantu sesama ketika kesusahan, kesulitan dan sedang tetimpa bencana dari anak jalanan sendri maupun siapa pun yang membutuhkan.
Learn (belajar), di kopaja diterapkan sistem belajar sambil bermain 50% belajar 50% bermain jadi balance tidak jenuh dalam belajar atau materi yang diberikan para mentor. Contohnya belajar sambil bermain yaitu progam baksos yang diadakan para kaka pembina agar para anak jalanan mampu belajar bagaimana cara menghargai orang lain dan membantu sesama yang membutuhkan.
Laugh (komedi atau candaan), dari berbagai motifasi yang diterapkan , komedi disini paling ampuh ketika para mentor merasa buntu akan materi yang dibawakan. Komedi disini bersifat otodidak karna tidak dipelajari oleh para mentor kopaja. Mentor sebisa mungkin menyesuaikan diri dengan keadaan kelas kopaja untuk lebih mencairkan suasana dan keadaan kelas.
C. Dampak dan respon masyarakat terhadap anak jalanan binaan 'kopaja'
Sekolah anak jalanan berdiri di sekitar permukiman warga yang ada di terminal pulogadung Jakarta timur. Ada kesan-kesan yang mungkin banyak dirasakan warga sekitar dengan adaanya sekolah kopaja. Mungkin banyak warga yang senang dengan adanya kopaja, bahkan ada juga yang tidak senang dengan kopaja. Menurut sebagian warga sekolah kopaja menjadi sarana untuk anak jalanan agar menyalurkan bakat serta potensi mereka agar terdidik dan lebih baik di mata masyarakat. Tetapi sebagian masyarakat di daerah terminal pulo gadung juga tidak suka dengan adanya sekolah kopaja, karna banyak terjadi tindak kriminal di sekitar daerah tersebut sepeti rumah singgah biasanya menjelang malam dijadikan tempat berkumpul para anak jalanan preman dan lain-lain untuk tempat ngelem, ngeganja dan lain sebagainya, banyak warga juga yang menduga bahwasanya berdirinya sekolah kopaja menjadi tempat nongkrong para preman-preman. Hasil analisis disini menunjukan bahwasanya banyak yang suka dan juga juga tidak. Banyak pro dan kontra yang terjadi disitu, tetapi bagaimana kita menyikapinya secara baik dan benar. Disini kopaja bukan sekolah dewa yang sekali masuk atau sekali mengajar anak-anak jalanan langsung menjadi ustad dan ulama, banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi Pembina dan relawan dari segi kenakalan anak jalanan, preman yang sering mengancam dan menjaga konsistensi anak jalanan dalam belajar agar terciptanya binaan anak jalanan yang sopan, santun dan berwawasan. Semoga dengan adanya sekolah anak jalanan kopaja ini mampu membina dan memotivasi anak jalanan agar lebih baik lagi. Amin ya robbal alamin.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bedasarkan analisis yang ditemukan dilapangan, secara umum menyimpulkan bahwassanya anak jalanan adalah sebuah fakta masyarakat yang harus di bina dan di bimbing. Kopaja atau komunutas peduli anak jalanan disini menjadi sebuah wadah bagi mereka yang ingin menyalurkan minat dan bakat, serta mengasah kemampuan belajarnya.
Adapun hasil dari kesimpulan penelitian yang telah dilakukan yaitu analisis Upaya "Kopaja" ( Komunitas Peduli Anak Jalanan) Untuk Membina Motivasi Belajar Anak Jalanan adalah sebagai berikut :
1. Wujud konkrit yang dilakukan kopaja adalah membina dan memotivasi mereka agar mau belajar dan mengembangkan cita-cita mereka dengan bentuk sekolah semi permanen kopaja yang ada di terminal pulogadung Jakarta timur serta ada rumah singgah juga di dekat sekolah kopaja tersebut. Hal ini dilakukan agar mereka (anak jalanan) mampu mengembangkan diri mereka, membangun karakter mereka dan membuang stigma negatif masyarakat tentang anak jalanan yang kucel, kumuh dan tidak berwawasan.
2. Selain itu kopaja juga mempunyai program-program yang tidak hanya di dalam kelas saja tetapi di luar kelas juga sepeti baksos kopaja, tanggap bencana kopaja serta study tour yang berupa out bond dan camping sehingga mereka (anak jalanan) tidak mudah jenuh dalam belajar dan banyak mendapat sisi positif dari program-program yang diadakan Pembina serta relawan kopaja.
3. Kopaja bukan sekolah ustad atau sekolah jadi ulama, karna tidak semua anak jalanan binaan kopaja langsung benar dalam artian berubah dan meniggalkan kebiasaan nakalnya. pasti di setiap kegiatan atau program ada kesulitan dan hambatan, dari warga yang tidak suka, anak jalanan yang berbuat onar, serta anak jalanan yang masih membuat kenakalan remaja seperti ngelem, merokok, nyopet, dan lain sebagainya. Disini lah tugas berat para Pembina dan relawan kopaja membina anak jalanan agar lebih baik dan sedikit demi sedikit meninggalkan kebiasaan buruknya agar citra anak jalanan bisa berubah, bukan anak jalanan yang nakal narkoba, nyopet dan kummel, tetapi anak jalanan yang sopan, santun dan berawasan luas.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Lampiran.
Pertanyaan Untuk Pembina kopaja
Nama : Ka lisfatul
Jabatan : Pembina Kopaja
No | Pertanyaan | Jawaban |
1 | Apa faktor utama yang mendorong relawan untuk membentuk kopaja? | Faktor utama dalah karna kepedulian terhadap anak –anak jalanan yang berjualan dan mengamen tapi uang hasil jerih payah nya terkadang untuk preman-preman yang tidak ber pri kemanusiaan yang mempekerjakaan mereka seolah-olah mereka adalah budak. Jadi kami tergerak untuk membangun sebuah wadah untuk anak jalanan ini. |
2 | Kapan mulai di dirikanya kopaja? | Mulainya dari saya kuliah di unj tanggalnhya saya lupa, tapi tepatnya di tahun 2012. |
3 | Apa saja kesulitan yang di hadapi kopaja untuk membina anak jalanan? | Kesulitan yang paling sering di hadapi adalah konsistensi anak jalanan dalan belajar dan mengajak mereka belajar di kopaja. Karena kadang anak yang kami bina ini sering ogah-ogahan dan mungkin faktor pekejaan dan tuntutan orang tua serta preman-preman. Faktor lain adalah menghadapi preman-preman yang ada di daerah terminal tersebut, sering kali meminta jatah dan lain sebaginya. |
4 | Bagaimana kopaja mendidik dan memotivasi anak jalanan agar mempunyai masa depan yang lebih baik? | Kopaja memiliki banyak program yaitu love, live, learn, dan laugh. Jadi di kopaja tidak hanya belajar tetapi juga sambil bermain. Karna mayoritas anak binaan kopaja dari umur paud hingga smp saja. Karena mereka inilah yang semangat belajanya masih tinggi. |
5 | Bagaimana respon masyarakat terhadap kopaja? | Ya ada yang senang dan ada juga mungkin yang tidak senang. Contohnya banyak masyarakat yang mendukung gerakan atau komunitas ini karna kopaja membina dan mendidik anak jalanan kea rah wwsan bukan soft skill. Jadi kopaja sedikit demi sedikit mampu menghapus citra buruk paa anak jalanan yang kummel kucel dan tidak berwawasan. |
6 | Apa dampak di berikan kopaja terhadap anak jalanan di pulo gadung? | Dampaknya, mungkin ada anak kopaja yang berprestasi di sekolah,dan mampu bersaing dengan anak-anak yang bukan dari jalanan. Contohnya evi anak binaa kopaja yang mendapat beasiswa di sekolahnya kana menjadi juaa kelas setiap tahunya. Ada juga ujang yang membangun rumah baca di kampungnya setelah di bina dan di bombing di kkpaja ini. |
Pertanyaan Untuk Warga sekitar
Nama : Bang faiz
Jabatan : go jek
No | Pertanyaan | Jawaban |
1 | Bagaimana respon masyarakat terhadap kopaja? | Respon si saya bagus bagus aja liatnye, tapi ya biasanya da yang seneng ada yang engga. |
2 | Apakah masyarakat merasa terganggu atau senang dengan anak jalanan bianaan kopaja? | Seneng-seneng aja sih, malah bagus yaa ada yang ngebisa anak jalanan biar engga ngamen doing kerjaanya |
3 | Apakah warga terganggu dengan sekolah anak jalanan ini? | Kaga si, Cuma kadang-kadang kalo malem suka berisik buat nyanyi-nyanyi sama nongkrong-nongkrong. |
4 | Apakah bapak setuju kalo anak jalanan di bina dan di sekolahkan? | Setuju-setuju aja si, biar pada kaga ngamen sama jualan lagi dah, kan enak kalo sekolah punya masa depan. |
5 | Apakah bapak/ibu mempunyai keluhan terhadap anak jalanan binaan kopaja? | Keluhanya ya itu masih pada bandel aja, sering maling sandal bukanya nuduh ya, Cuma kan kita kaga tau anak jalanan yang sekolah sam yang engga sekolah. |
Pertanyaan Untuk anak binaan kopaja
Nama : Bogel
Jabatan : Anak binaan kopaja
No | Pertanyaan | Jawaban |
1 | Apa yang mendorong anda masuk ke kopaja? | Pengen sekolah sama belajar . |
2 | Apa yang memotivasi anda untuk belajar di kopaja? | Banyak temen disini , kaka –kaknya juga baik pada ngasih duit sama bingkisan kalo ada acara heheh |
3 | Apa yang anda rasakan setelah dan sebelum masuk kopaja? | Sebelumya kaga bisa baca tulis tapi sekaang udah bisa nulis sama ngartiin I love you hahah |
4 | Apa saja yang diajarkan di kopaja? | Baca tulis, maen bulu tangkis sama belajar music sii, Cuma kelasnya beda-beda kalo yang paud mah ada ngajinya juga. |
5 | Apa saja kegiatan yang ada di kopaja? | Ada study tour sama kalo puasa ada bukber baengbanak jalanan gitu |
6 | Apakah anda merasa senang bersekolah di kopaja? | Seneng lah, sekolah gratis apa –apa gratis di sini mah, tinggal yang amo apa kaga aja di dini mah |
7 | Bagaimana sarana dan pra sarana di kopaja? | Lengkap siih, Cuma banyak yang ngotorin terus kaga mau bersiin, kaya tiap malem dipake nongkrong sama maen-maen sama bocah laen |
'foto bersama founder kopaja ka lisfatul'
'Suasana belajar dan mengajar anak jalanan yang ada di terminal pulogadung'
'Foto bersama keluarga bang fais yang ada dikawasan terminal pulogadung, Jakarta timur yang bekerja sebagai gojek'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar