Rabu, 28 Desember 2016

Siti Utami & Solehuddin_Wali Care Foundation dan Peranannya Dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Tidak Mampu_PMI3

Laporan Penelitian Lapangan

 

Wali Care Foundation dan Peranannya Dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Tidak Mampu

 

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Klasik Modern

 

 

 

 

 

Oleh

Solehuddin 11150540000011

Siti Utami 11150540000025

 

Dosen Pengampu

Dr. Tantan Hermansah, M.Si.

 

Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

2016



DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 : PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Masalah

B. Pertanyaan Penelitian

B. Metode Penelitian

C. Tinjauan Teori

 

BAB 2 : GAMBARAN UMUM ……………………………………………. 5

A. Profil Umu subyek 

B. Lokasi kajian

 

BAB 3 : ANALISIS DATA  …………………………………………………. 9

BAB 4 : Kesimpulan

Daftar Pustaka

 



Kata Pengantar

 

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tuhan semesta alam yang karena rahmat  hidayah serta inayahnya kami dapat menyusun laporan field research dengan judul Wali Care Foundation dan Peranannya Dalam Memajukan Pendidikan Kaum Tidak Mampu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi Klasik Modern yang saat ini dibimbing oleh Bapak Dr. Tantan Hermansah, M.Si. Shalawat kepada junjungan umat muslim, manusia mulia yang atas izin Allah pernah berpijak di muka bumi ini kata-kata dan perilakunya yang penuh hikmah,

Terima kasih, penyusun ucapkan kepada semua pihak terkait dalam penelitian lapangan ini warga kammpung cigaten Desa Cihuni Kabupaten Tangerang.

Peneliti menyadari laporan penelitian ini jauh dari kata sempurna masih banyak terdapat keurangan-kekurangan, untuk itu kami ucapkan mohon maaf kepada seluruh pembaca. Semoga penelitian lapangan ini terdapat manfaat.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan menjadi wadah pembentuk karakter bangsa yang juga cerminan peradaban suatu bangsa. Pendidikan yang memadai akan menghasilkan manusia-manusia yang unggul yang dapat bersaing di kancah nasional maupun internasional. Meningkatkan mutu pendidikan akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan menjadi wadah pembentuk karakter bangsa yang juga cerminan peradaban suatu bangsa. Pendidikan yang memadai akan menghasilkan manusia-manusia yang unggul yang dapat bersaing di kancah nasional maupun internasional. Meningkatkan mutu pendidikan akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan perlu digalakkan agar kita tidak tertinggal dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih maju.

Namun di Indonesia, hak untuk memperoleh pendidikan sekarang ini seakan-akan ada jurang curam dan benteng tinggi yang menghalangi antara kaum yang mampu dan tidak mampu. Kemiskinan yang mendera masyarakat selama ini memunculkan banyak kaum dhuafa (kaum lemah) dan kaum mustadhafin (kaum tertindas), seperti kaum miskin, fakir, perempuaubn, orang yang terlilit hutang, anak yatim, dan lain-lain. Saat ini sangat banyak kejadian dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan kita. Dengan adanya Wali Care Foundation sebagai lembaga yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan kesehatan kaum yang tidak mampu mampu menjembatani jurang curam dan benteng tinggi penghalang itu sedikit demi sedikit memperbaiki keberlangsungan kehidupan sosial pendidikan dan kesehatan terhadap masyarakat yang tidak mampu.

 

 

 

 

 

 

2. Tinjauan Teori

Posisi teori Durkheim dalam paradigma ilmu sosial masuk dalam paradigm fakta sosial. Hal ini sangat nyata, tampak dari konsep teorinya yang dikenal tentang "jiwa kelompok" yang dapat memengaruhi kehidupan individu. Dalam pandangan Durkheim, kesadaran kolektif dan kesadaran individual itu berbeda sebagaimana perbedaan antara kenyataan sosial dengan kenyataan psikologis murni. Masyarakat terbentuk bukan karena sekadar kontrak sosial, melainkan lebih dari itu atas dasar kesadaran kelompok (collective conciousnes).

Setidaknya dijumpai dua kesadaran sifat kolektif, yakni exterior dan constraint. Exterior merupakan kesadaran yang berada di luar individu, yang sudah mengalami proses internalisasi ke dalam individu dalam wujud aturan-aturan moral, agama (baik buruk, luhur mulia), dan sejenisnya. Constraint adalah kesadaran kolektif yang memiliki 'daya paksa' terhadap individu, dan akan mendapat sanksi tertentu jika hal itu dilanggar. Ada dua tipe constraint yang ia sebutkan, yakni a) represif b) restitutif. Dengan begitu, kesadaran kolektif itu tidak lain adalah consensus masyarakat yang mengatur hubungan sosial.

Masyarakat berkembang diluar individu yang bersangkutan. Yang membentuk manusia adalah totalitas unsur intelektualitas yang menggambarkan peradaban, dan peradaban adalah hasil kerja masyarakat. Masyarakat tidak bisa membuat pengaruhnya dirasakan kecuali jika masyarakat itu bertindak, dan masyarakat tidak akan bertindak kecuali jika individu-individu yang menyusunnya berhimpun bersama dan bertindak bersama pula. Tindakan bersamalah yang menimbulkan kesadaran atas dirinya sendiri dan kedudukannya. Masyarakat berada diatas semua kerja sama aktif yang lain. Gagasan dan sentiment kolektif hanya mungkin timbuljika ada gerakan-gerakan dari luar yang mensimbolisasikannya. Fakta menunjukan bahwa masyarakatlah yang menunjukan sumbernya.

Durkheim melihat dirinya sebagai seorang pengikut Comte, meskipun bukan penganut kuat. Dia melihat masyarakat sebagai kesatuan sosial yang saling terhubung dengan sifat-sifat mereka yang khas, sifat-sifat yang merupakan "fakta sosial" yang sui generis, atau unik bagi mereka. Bagi mereka fakta-fakta sosial mencakup representasi mental yang dimiliki bersama oleh individu-individu. Individu dilahirkan dalam masyarakat tertentu dan dibatasi untuk bertindak menurut representasi kolektiif yang berlaku dan di dalam hubuungan sosial yang mapan. Mereka tidak memiliki pilihan bebas tentang bahasa yang mereka gunakan. Karya Durkheim menekankan representative kolektif "kesadaran kolektif" struktur-struktur mental dan ide-ide yang dimiliki oleh anggota individu dari sebuah masyarakat.

Airan pemikiran yang sangat memengaruhi pemikiran Durkheim yaitu "sosiologistik" dan benar-benar berusaha menerapkan metode yang benar-benar scientific. Sehingga pola penerapan analisisnya mengguanakan interpretasi biologistik dan psikologistik terhadap masalah-masalah sosial yang ada saat itu. Dan pengumpulan data dan fakta dilakukan secara detail. Semua teorinya didukung oleh fakta-fakta sosial yang konkret. Berdasarkan kenyataan itulah, maka teori-teori ang dirumuskannya didasarkan pada kajian yang bersifat positivistik.

 

Penjelasan teori Durkheim dalam paradigma ilmu sosial masuk pada paradigma fakta sosial. Hal ini tampak dari teorinya yang terkenal tentang "jiwa kelompok" yang dapat mempengaruhi jiwa kelompok. Dalam pandangan Durkheim kesadaran kolektif dan kesadaran individual itu sangat berbeda sebagaimana perbedaan antara kenyaaan sosial dengan kenyataan psikologis murni. Masyarakat terbentuk bukan karena sekedar kontrak sosial, melainkan lebih dari itu atas dasar kesadaran kelompok (colective conciousness).

 

Manusia dalam sifatnya yang constrain akan bersangkut paut dengan dengan dua sifat aturan, yakni restitutif dan represif. Aturan represif berada dalam lingkup segmen seperti keluarga, klan atau marga. Aturan itu pada hakikatnya merupakan manifestasi dari kesadaran kolektif untuk menjamin kehidupan yang teratur dan baik, yang sifatnya mekanistik. Oleh karena itu, kesadaran semacam ini disebut juga sebagai solidaritas mekanis. Disisi lain Durkeim juga mengakui akibat adanya dinamika masyarakat. Maka masyarakat homogen semacam itu akan mengalami perkembangan pembagian kerja sosial sehingga mendorong individu-individu warga masyarakat menjadi lebih besifat otonom. Dari kondisi semacam ini timbullah aturan-aturan baru bagi para individu otonom itu, misalnya aturan para bagi para dokter, para guru, buruh, pekerja, konglomerat dan lain sebagainya. Selanjutnya timbulah kesadaran individual yang lebih mandiri. Dengan begitu terjadilah pergeseran ikatan solidaritas yang tadinya mekanis menjadi solidaritas yang bersifat organik.

 

3. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam wawancara kali ini yaitu wawancara dengan objek penelitian yang berkaitan secara langsung seperti pelaku atau staf Wali Care Foundation, maupun tidak langsung seperti anggota manajemen Wali Band. Selain itu juga peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan dengan mengikuti program kegiatan objek yang diteliti.

Adapun pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu dengan menyajikan data hasil penelitian secara deskriptif.

 

4. Profil Objek Penelitian

Wali Care Foundation bermula dari kegelisahan para personil wali dan juga management wali terhadap pendidikan anak (khususnya yatim / piatu / yatim piatu) yang tidak mampu dan fasilitas pendidikan bertaraf rendah serta beberapa fenomena kesulitan kaum dhuafa.

Dari kegelisahan tersebut secara internal personil Wali sepakat mengumpulkan zakat maal, infaq dan shodaqoh dari penghasilan masing-masing personil yang dikelola secara internal untuk membantu orang yang kesulitan dan tidak mampu.

Dari usaha kepedulian kami tersebut, personil sepakat untuk membuat sebuah lembaga sosial yang kemudian diberi nama Wali Care Foundation atau disingkat WCF. Dengan legalitas/badan hukum yayasan.

Adapun Visi WCF yaitu

Menanggulangi Kesulitan masyarakat Indonesia. Khususnya anak-anak kurang mampu, lebih khusus lagi anak Yatim /Piatu dan atau Yatim Piatu yang miskin dan atau tidak mampu (dhu'afa). Dalam hal kesulitan atas kebutuhan mendasar manusia seperti pendidikan dan kesehatan.

Kantor Wali Care Foundation beralamat di Jl. Gn. Raya No.80, RT.03/RW.01, Cireundeu, Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten 15419.

 

5. Tahapan Penelitian

a. Mencari informasi seputar Wali Care Foundation dari website resminya dan Contact Person yang dapat dihubungi sebagai narasumber.

b. Mengatur pertemuan untuk melangsungkan wawancara dengan narasumber.

c. Wawancara sekaligus dokumentasi dengan narasumber.

d. Menyusun informasi yang sudah didapat, baik dari rekaman wawancara, observasi, buku, maupun dokumentasi.

e. Menganalisis data yang sudah dikumpulkan.

 

 

 

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Lokasi Kajian

Kantor Wali Care Foundation beralamat di Jl. Gn. Raya No.80, RT.03/RW.01, Cireundeu, Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten 15419.

 

B. Sejarah

Berangkat dari keinginan Personel Band Wali jauh sebelum Band Wali terbentuk untuk mendirikan Yayasan atau Lembaga berbasis Sosial. Pada HUT Wali Band ke-13 tercanangkan "Kita Peduli" berawal dari terbentuknya "Kita Peduli" aktivitas-aktivitas sosial sudah berjalan (Majelis Dzikir) namun belum berbadan lembaga dan pada akhirnya diarahkan dari 'Kita Peduli" untuk membentuk suatu lembaga yakni "Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation". Pada tahun 2012 "Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation" diresmikan dan mulai aktif menjalankan program-progran pada tahun 2013 hingga saat ini. Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation diprakarsai oleh semua personel Band Wali namun penggerak utamanya adalah Apoy.

Band Wali dan Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation adalah dua hal yang berbeda secara entitas . Wali Band bergerak dalam bidang permusikan serta infotainment sedangkan Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation adalah badan yayasandalam bidang philanthropy atau kedermawanan, hal ini tidak serta merta besarnya Wali Band secara otomatis membuat Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation besar pula. Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation saat ini masih mencari system, masih pada tahap proses dalam segala aspeknya. Karena apabila dibandingkan dengan lembaga Sosial yang lain yang sudah besar Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation bisa dikatakan masih sangat jauh dari segi perencanaan program, Sumber Daya Manusia dan juga finansial.

 

 

 

C. Program

Yayasan Wali Peduli atau Wali Care Foundation adalah lembaga Pilanthropy atau lembaga sosial yang secara prinsip fokus utamanya adalah penyaluran santunan kepada fakir dan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu. Program-program WCF terbagi dalam beberapa bagian sebagai berikut  

1. Program Reguler

Majelis Dzikir Allahu Ahad (1 kali/bulan)

Renovasi atau Pembangunan 100 Mu'in (Mushola Indah)

Olimpiade Futsal Yatim

Buka Bersama 1000 Yatim

2. Program Siaga Kemanusiaan

Donasi untuk Wilayah yang tertimpa bencana (Penggalangan Dana  untuk Gempa Aceh dan Banjir di Bandung pada tahun 2017)

 

Program Umum

Mengumpulkan dan mengelola infaq, shodaqoh, hibah dan waqaf dari infaq internal Wali band, masyarakat maupun pemerintah dan swasta. Kemudian sumbangan yang terkumpul akan dikelola dan diperuntukan untuk program sosial, utamanya program bantuan terhadap kelaparan/busung lapar, pendidikan/tidak mampu sekolah dan kesehatan/tidak mampu berobat penyakit berbahaya.

Program Jangka Pendek (6 bulan - 1 tahun)

• Education movie & perpustakaan keliling.

• Wali life skill education (short course).

• Konser zis / tiket zakat (konser kecil/sedang keliling mengumpulkan zis).

• Pengobatan gratis & donor darah.

Program Jangka Menengah (2 - 3 tahun)

• Rumah singgah (pendidikan berdasar kurikulum /berkesinambungan).

• Kampanye pencegahan penyakit populer berbahaya di masyarakat :

 1. Demam berdarah

 2. Flu burung

 3. Kaki gajah

 4. Cikungunya

 5. Kangker

 6. HIV Aids

 7. Anti narkoba

• Sip Wali : simpanan & pinjaman modal kerja yang berdasar syari'ah (program bmt/muamalah).

 1. Menemukan/mencarishohibul maal

 2. Menemukan/mencari shohibul mudhorib

 3. Membentuk pengelola

 4. Memberi keleluasaan shohibul maal dalam menentukan siapa penerima pinjaman

 5. Uji kelayakan peminjam modal (invisibility studies)

 6. Bagi hasil semua komponen sml (35 %) smd (45 %) pengelola amil (20%) HIV Aids

Program Jangka Panjang (3 - 5 tahun)

• Pondok Pesantren Wali.

• Wali Music Course For Dhuafa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

ANALISIS DATA

 

Peran Wali Care Foundation Dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Tidak Mampu dan Keterkaitannya Dengan Teori Emile Durkheim

Ketika berbicara tentang pendidikan, maka akan muncul dua sudut pandang yaitu pendidikan dari sudut pandang formal, maupun non formal. Pendidikan formal ialah pendidikan yang sistemnya secara langsung mengarah pada program pengetahuan dan keilmuan seperti pelatihan, beasiswa dan lain sebagainya. Adapun pendidikan non formal ialah kegiatan yang secara tidak langsung dampaknya  pada penambahan pengetahuan dan keilmuan melalui pengalaman yang terjadi di lapangan, seperti program 100 mushola indah, pengajian allahu ahad dan lain sebagainya. Yang kemudian dari keikutsertaan pada program tersebut berdampak pada kemampuan yang timbul kepada setiap individu yang bersinggungan didalamnya.

Pada penelitian kali ini, peneliti lebih focus mendalami proses pendidikan yang non formal, dari pengkajian informasi yang ada melalui sudut pandang teori Emile Durkheim. Meskipun begitu akan sedikit diulas sedikit tentang program pendidikan Wali Care Foundation yang dari sudut pandang formal.

 

1. Peran Wali Care Foundation Dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Tidak Mampu Dalam Sudut Pandang Formal

Dari sekian banyak program yang ada dalam Wali Care Foundation antara lain ialah program pendidikan seperti beasiswa, pelatihan-pelatihan, wali untuk pesantren, nyantri bareng Wali dan salami School. Dalam menjalankan peranannya di bidang pendidikan, Wali Care Foundation selalu dinamis, tergantung melihat kebutuhan dari masyarakat. Sehingga tidak ada patokan yang benar-benar baku dari program pendidikan tersebut. Seperti contoh beasiswa, meskipun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam beasiswa ini, namun pada pelaksanaannya tidak begitu diperhatikan. Karena kebanyakan syarat-syarat tersebut kaku, berbelit dan bersifat legal-formal, dan itu kurang begitu sesuai dengan Wali Care Foundation yang asasnya kekeluargaan dan kepercayaan. Dalam hal ini dari Wali Care Foundation sendiri menerapkan cara-cara sederhana yang sesuai dan efektif dalam menjalankannya.

Pada penerapannya setiap program pendidikan dalam Wali Care Foundation berjalan atas dasar rasa kekeluargaan dan kepercayaan, dengan mekanisme simple dan tidak berbelit-belit. Yaitu dengan pendekatan kepercayaan serta pemantauan seperlunya kepada setiap peserta yang menerima bantuan. Contohnya ketika mengajukan beasiswa, maka pemantauan akan dilakukan pada sekolah si penerima beasiswa, serta segala macam informasi yang dibutuhkan oleh Wali Care Foundation dari peserta ersebut. Biasanya para peserta ini direkomendasikan oleh kenalan dari para staf Wali Care Foundation. Sehingga ketepatan informasinya dapat dipertanggung jawabkan.

 

2. Peran WCF Dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Tidak Mampu Dalam Sudut Pandang Non Formal dan Kaitannya Dengan Teori Emile Durkheim.

Pendidikan non formal inilah yang kemudian berperan sangat besar dalam Wali Care Foundation (yang kemudian disingkat akan disingkat WCF). Karena keterlibatan yang paling besar dari berbagai pihak dalam program WCF ada di sini, apabila melihat dari program-program pendidikan formal yang hanya melibatkan segelintir orang. Karena focus kegiatan dari WCF sendiri ialah sosial. Namun dari kagiatan sosial inilah pendidikan non formal dilangsungkan.

Berikut  ini penjabaran dari peneliti tentang analisis penjabaran dari dampak program pendidikan serta keterkaitannya dengan teori Durkheim.

A. Motivasi WCF (Wali Care Foundation)

Motivasi merupakan factor yang penting dalam berjalannya setiap kegiatan, termasuk dalam suatu organisasi. Tanpa adanya motivasi maka organisasi akan kehilangan semangat dan kendala dalam menjalankan setiap sehingga membuat organisasi tersebut stagnan dan kemunduran bahkan bisa mengalami kehancuran.

a. Motivasi Pendirian WCF (Wali Care Foundation)

Wali Care Foundation (kemudian disingkat WCF) merupakan yayasan yang terbentuk atas kepedulian para personel Wali Band yaitu Faank (Vocal), Apoy (Guitar/songs Writer), Tomi (Drum), & Ovie (Keyboard & Synt) dalam bidang sosial keagamaan. Sehingga hal tersebut tergambar dari kegiatan-kegiatan WCF yang berlandaskan pada kepedulian sosial seperti bantuan beasiswa dan bantuan pada korban bencana, dan berlandaskan keagamaan seperti program 100 mushola indah dan pengajian Allahu ahad. Seiring dengan berjalannya waktu semakin banyak program-program yang berjalan dan dirintis WCF, seiring dengan semakin kompleksnya tuntutan permasalahan sosial yang terjadi

Motivasi awal dari WCF sendiri ialah kepedulian terhadap masyarakat kurang mampu terkhusus pada asnfasus tsamaniyah yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat. Namun semakin dengan kompleksnya permasalahan sosial, WCF terus berkembang dan menyesuaikan peranannya sebagai yayasan sosial. Seperti peranannya dalam menggalang bantuan untuk korban bencana.

b. Motivasi Staf WCF (Wali Care Foundation)

Motivasi yang ada pada para staf WCF antara lain merupakan factor latar belakang dari kiprah mereka yang sebagian berasal dari lingkungan yang memang membiasakan mereka untuk solid dan loyal. Lingkungan yang dimaksud yaitu UKM di UIN Jakarta. Seperti Pak Andikey dengan latar belakang UKM LPM INSTITUT dan Bang Qari' dari UKM KMM RIAK. Sehingga dari lingkungan UKM tersebut membentuk jiwa kelompok yang pada akhirnya dibawa dalam lingkungan WCF.

Pada akhirnya, solidaritas dan loyalitas membentuk jiwa kekeluargaan yang tinggi, hal tersebut dialami sendiri oleh peneliti sebagai pelaku langsung di UKM KMPLHK RANITA. Begitupun yang terjadi di WCF sama sekali tidak berbeda jauh dari pola komunikasi dalam organisasi serta atmosfer kekeluargaan didalamnya. Dari latar belakang itulah yang kemudian didasarkan atas rasa kepedulian dalam kepercayaan religi bahwasannya menolong sesama adalah kewajiban dan pasti akan mendapat imbalan dari Allah SWT. Maka muncul motivasi yang kuat dalam berkiprah dan mencurahkan tenaga untuk berperan di WCF.

 

B. Konsep Emile Durkheim Dalam Peranan WCF (Wali Care Foundation)

Konsep yang dicetuskan oleh Durkheim merupakan konsep "jiwa kelompok". Dimana kelompok merupakan pihak yang mempengaruhi individu di dalamnya maupun kelompok atau individu dari luar yang bersinergi. Dalam konsep ini berprinsip pada pengaruh, yaitu siapa mempengaruhi siapa?

a. Pengaruh Internal Organisasi

Konsep "jiwa kelompok" yang dicetuskan Durkheim dalam yayasan WCF begitu terlihat dari solidaritas anggota atau staf WCF yang loyal dan juga terlihat dari pola komunikasi yang berasaskan kekeluargaan, dalam artian tidak ada formalitas perlakuan antara staf yang memegang jabatan atas dan staf yang memegang jabatan bawah, serta tidak adanya jam kantor yang baku seperti halnya di yayasan-yayasan dan perusahaan-perusahaan pada umumnya. Semua dibangun berdasarkan rasa kekeluargan. Setiap program berjalan tanpa adanya paksaan kepada para stafnya. Meskipun begitu, para staf menjalaninya dengan sukarela dan penuh kesadaran tanggung jawab sosial.

WCF terbentuk dan berjalan bukan sekedar kontrak sosial, melainkan atas dasar kesadaran kelompok yaitu meliputi staf WCF dan personel Wali Band, sesuai dengan pernyataan Prof. Wirawan menukil dari teori Emile Durkheim "Masyarakat terbentuk bukan karena sekadar kontrak sosial, melainkan lebih dari itu atas dasar kesadaran kelompok (collective conciousnes)." hal ini kemudian ikut mempengaruhi para kelompok atau individu yang terlibat secara langsung atau tidak langsung. Pola system keorganisasian tergolong mudah dan tanpa adanya birokrasi formalitas yang berbelit-belit  dan dibangun berlandaskan kepercayaan yang tinggi. Hal inilah yang kemudian mendasari karakter setiap elemen yang ada di WCF untuk tetap loyal dan tetap konsisten terhadap kegiatan-kegiatan di yayasan.

 

b. Pengaruh Eksternal Organisasi

Kegiatan pengaruh dan mempengaruhi terlihat dari program WCF yang sudah berjalan. Dalam hal ini peneliti ikut terlibat langsung dalam salah satu program yang ada di WCF yaitu 100 mushola indah. Yang diadakan untuk salah satu mushola di Kampung Perigi, RT 03 RW 10,  kelurahan Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten pada tanggal 16 Desember 2016. Sebagaimana pernyataan Durkheim bahwasannya jiwa kelompok yang membentuk jiwa individu, begitupula yang terjadi dalam kegiatan 100 mushola indah yang diadakan oleh WCF.

Dalam program ini, banyak pihak yang terlibat selain dari WCF dan Wali Band, baik dari masyarakat di lingkungan mushola yang dipugar maupun mitra-mitra yang bekerja sama dengan WCF. Terjadilah proses mempengaruhi antara satu kelompok yang dalam hal ini WCF dan Wali Band dengan kelompok lain seperti masyarakat setempat, penggiat pengajian, penggiat seni bela diri, penggiat kebudayaan betawi. Kemudian juga termasuk mitra-mitra yang bekerja sama dengan WCF seperti RCTI, MEZORA dan SAFIRA FOUNDATION.

Tanpa perlu melihat lebih jauh apa motif dibalik partisipasi masing-masing pihak dalam setiap kegiatan WCF. Pada intinya setiap pihak yang terlibat ikut termotivasi untuk menjalankan program kegiatan WCF yang asasnuya yaitu kepedulian sosial. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi kelompok-kelompok lain untuk berkembang dan ikut terpengaruh kedalam tujuan sosial WCF. Sebagaimana dalam pandangan Durkheim "bahwa pecah dan berkembangnya kesatuan-kesatuan sosial merupakan akibat langsung dari berkembangnya pembagian kerja sosial dalam masyarakat."

 

C. Hubungan Antara Pengaruh Dalam Konsep Durkheim dan WCF (Wali Care Foundation)

Durkheim menyatakan bahwa "masyarakat itu terbentuk bukan karena adanya kesenangan atau kontrak sosial, melainkan adanya faktor yang lebih penting dari itu, yaitu adanya unsur yang "mengatur" terjadinya kontrak, antara lain anggota masyarakat yang mengikat dan terikat kontrak serta menentukan sah tidaknya sebuah kontrak itu." Dalam hal ini WCF bertindak sebagai unsur yang mengatur "mengatur" terjadinya kontrak yang secra tidak langsung membuat kontrak berupa kesepakatan yang tidak tertulus berupa aturan-aturan moral dan kepedulian dalam setiap program yang ada dalam WCF. Kemudian kontrak diberlakukan dalam organisasi oleh setiap individu didalamnya.

Yang kemudian berpengaruh pada tindakan setiap individu yang ada dalam WCF, dan penentangan akan berakibat pada penantangan secara tidak langsung pada WCF. Sebagaimana tercantum dalam pernyataan berikut ini "Durkheim beranggapan bahwa tingkah laku hidup seseorang adalah akibat adanya "pemaksaan," aturan perilaku yang datang dari luar individu dan mempengarh pribadinya. Jika kemuian seseorang menentang (dalam bentuk tingkah laku) dan berlawanan dengan tingkah laku kolektif, maka kesepakatan kolektif itulah yang menantangnya. Dengan begitu, maka suatu kelompok manusia yang semula tidak bersifat agresif, kemudian bisa menjadi agresif setelah menjadi bagian dari suatu kerumunan (kelompok) seperti pada kasus demonstrasi anarkis."

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

Kesimpulan

Pada penelitian kali ini, peneliti lebih focus mendalami proses pendidikan yang non formal, dari pengkajian informasi yang ada melalui sudut pandang teori Emile Durkheim. Meskipun begitu akan sedikit diulas sedikit tentang program pendidikan Wali Care Foundation yang dari sudut pandang formal.

· Peran Wali Care Foundation Dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Tidak Mampu Dalam Sudut Pandang Formal

Dari sekian banyak program yang ada dalam Wali Care Foundation antara lain ialah program pendidikan seperti beasiswa, pelatihan-pelatihan, wali untuk pesantren, nyantri bareng Wali dan salami School. Dalam menjalankan peranannya di bidang pendidikan, Wali Care Foundation selalu dinamis, tergantung melihat kebutuhan dari masyarakat. Sehingga tidak ada patokan atau syarat-syarat yang benar-benar baku dari program pendidikan tersebut.

Pada penerapannya setiap program pendidikan dalam Wali Care Foundation berjalan atas dasar rasa kekeluargaan dan kepercayaan, dengan mekanisme simple dan tidak berbelit-belit.

· Peran WCF Dalam Memajukan Pendidikan Masyarakat Tidak Mampu Dalam Sudut Pandang Non Formal dan Kaitannya Dengan Teori Emile Durkheim.

Pendidikan non formal inilah yang kemudian berperan sangat besar dalam Wali Care Foundation (yang kemudian disingkat akan disingkat WCF). Karena keterlibatan yang paling besar dari berbagai pihak dalam program WCF ada di sini dari pada program-program pendidikan formal yang hanya melibatkan segelintir orang.

Penjabaran dari dampak program pendidikan serta keterkaitannya dengan teori Durkheim dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Motivasi

-Motivasi didirikannya WCF

-Motivasi Staf WCF

 

· Konsep Emile Durkheim Dalam Peranan WCF (Wali Care Foundation)

Konsep yang dicetuskan oleh Durkheim merupakan konsep "jiwa kelompok". Dimana kelompok merupakan pihak yang mempengaruhi individu di dalamnya maupun kelompok atau individu dari luar yang bersinergi. Dalam konsep ini berprinsip pada pengaruh, yaitu siapa mempengaruhi siapa?

c. Pengaruh Internal Organisasi

d. Pengaruh Eksternal Organisasi

 

· Hubungan Antara Pengaruh Dalam Konsep Durkheim dan WCF (Wali Care Foundation)

Durkheim menyatakan bahwa "masyarakat itu terbentuk bukan karena adanya kesenangan atau kontrak sosial, melainkan adanya faktor yang lebih penting dari itu, yaitu adanya unsur yang "mengatur" terjadinya kontrak, antara lain anggota masyarakat yang mengikat dan terikat kontrak serta menentukan sah tidaknya sebuah kontrak itu." Dalam hal ini WCF bertindak sebagai unsur yang mengatur "mengatur" terjadinya kontrak yang secra tidak langsung membuat kontrak berupa kesepakatan yang tidak tertulus berupa aturan-aturan moral dan kepedulian dalam setiap program yang ada dalam WCF. Kemudian kontrak diberlakukan dalam organisasi oleh setiap individu didalamnya.

Daftar Pustaka

Roland Robertson, AGAMA, Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Achmad Fedyani Saifudin, Trej.Jakarta. Rajawali Pers. 1988

Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, Jakarta: Kencana, 2013

http://www.waliband.net/profil.php (Diakses pada 23 November 2016 pukul 16.17 WIB.)

 

John Scott, Teori Sosial, Dalam Masalah-masalah Pokok Dalam Sosiologi,,Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2012.

 

Dokumentasi

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini