Senin, 12 Mei 2014

Nur Syamsiyah_tugas 7_Pembangunan Pertanian Integratif Berwawasan Lingkungan dan Berorientasi Pasar

Perubahan iklim dewasa ini dirasakan semakin tidak menentu dan bahkan dengan perubahan pola yang relative sukar diprediksi. Pada periode empat decade terakhir siklus iklim masih  dapat dioerkirakan mengikuti pola lima tahunan, tetapi beberapa tahun terakhir tampak bahwa siklus tersebut sudah semakin tidak menentu. Bahkan diperkirakan telah terjadi pergeseran iklim yang menuntut penyesuaian dalam melakukan usaha pertanian, baik yang bersifat musiman maupun tahunan. Dua tahun terakhir petani di Jawa mengalami gagal tanam sebagai akibat dari pergeseran musim hujan seperti yang terjadi pada MH 2006/2007 yang lalu.
          Pertanyaannya: "Apakah pergeseran iklim tersebut merupakan gejala global warming yang juga melanda Indonesia?" Lembaga Intergevernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan bahwa di akhir abad ini akan terjadi peningkatan suhu dunia sekitar 1,8⁰-4⁰ Celcius yang akan mempengaruhi kehidupan dan iklim di dunia. Diperkirakan juga hujan akan bergeser ke arah menjauhi ekuator sehingga wilayah tersebut (terutama Asia) akan mengalami kekurangan sediaan pangan, air bersih, banjir akibat naiknya permukaan laut, sebagainya (Owen, 2007)
          Sektor pertanian di Indonesia sejak dekade terakhir telah mengalami gejolak akibat pengaruh pasar dunia. Kenyataan pada saat ini dengan desentralisasi pemerintahan dalam program otonomi daerah menunjukkan bahwa keberpihakan pemerintah pusat dan daerah terhadap pembangunan pertanian masih "simpang siur". Kondisi ini akan berpengaruh terhadap perkembangan usaha pertanian dan pelaku usaha (petani) maka untuk itu diperlukan strategi pengembangan pertanian yang terintegrasi, baik tingkat pusat-daerah maupun antar komponen sector pertanian.
 
PARADIGMA PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN
Pola pikir dalam pengembangan sector pertanian tidak bisa bersifat parsial tetapi harus bersifat terintegrasi. Karena mengingat persoalan yang dihadapi semakin kedepan semakin kompleks, dari globalisasi ekonomi maupun dampak pemanasan global. Bisa dilihat bahwa sistem pertanian berdiri pada sumber daya alam, seperti lahan, iklim, dan sebagainya dengan masing-masing sub-sektor sebagai pilar penegaknya sistem pertanian. Bagian dinding yang menggambarkan keterkaitan antar sub-sektor, baik program maupun penanggulangan tertentu, sedangkan bagian atap menggambarkan agroindustri dan agroniaga yang ditopang oleh tiang-tiang sub-sektor tersebut.
Petani sebagai pelaku usaha pertanian menjadi "tuan-rumah" yang harus dilindungi dan didukung oleh semua komponen pertanian tersebut serta difasilitasi untuk mengakses pada teknologi, penyuluhan pertanian, lembaga dan koperasi/ badan usaha kelompok tani. Dengan demikian peran dan fungsi masing-masing komponen sector pertanian tampak jelas dengan harapan pembangunan pertanian yang disusun lebih integratif
 
KELEMBAGAAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Sistem desentrialisasi yang diterapkan pada program otonomi daerah kenyataannya masih lebih dititik beratkan pada kepentingan politik daripada sektor pertanian yang disebagian daerah menjadi basis dari ekonomi daerah. Hal tersebut dapat ditonjolkan pada dua titik pembangunan pertanian daerah, yaitu: (a) keunggulan kompetitif daerah, dan (b) tidak efektifnya program pembangunan pertanian.
Pengembangan sektor pertanian di setiap daerah tersebut ternyata menunjukkan hasil yang bervariasi terutama dalam menggali potensi pertanian yang ditentukan oleh keunggulan komparatif dan kompetitif daerah. Namun demikian, ternyata beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi daerah di semarakkan dengan pemekaran wilayah yang justru secara ekonomi, terutama sektor pertanian. Penurunan perhitungan skala ekonomi wilayah justru menjadi boomerang bagi pengembangan ekonomi daerah karena pelaksanaan usaha ekonomi menjadi tidak efisien lagi. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari sedikitnya infestor yang datang untuk melakukan usaha di daerah tersebut.
Suatu daerah dapat meningkatkan keunggulan kompetitif daerah dan produksinya melalui pemanfaatan teknologi yang tepat dalam proses produksi. Namun, pemanfaatan teknologi akan memerlukan cadangan dana yang relatif sangat besar karena bersifat pada modal hal ini akan mengurangi kesempatan kerja bagi sumber daya manusia atau tenaga kerja dari daerah tersebut. Alternatif tambahan dana hanya dapat diharapkan dari dana alokasi pemerintah pusat yang relatif terabatas pula sehingga peningkatan daerah yang tercermin dari PDRB juga akan lebih lambat.
Lambatnya laju pertumbuhan produksi daerah pemekaran akan berdampak pada semakin lambatnya peningkatan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya bermuara pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah daerah dituntut untuk dapat menyusun rancangan peningkatan ekonomi dalam jangka pendek dan panjang yang sejalan. Dalam penyusunan rancangan jangka pendek perlu mempertimbangkan upaya-upaya yang memberikan peningkatan pendapatan masyarakat. Sedangkan untuk jangka panjang perlu dirancang upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui integrasi antar sektor ataupun antar daerah secara regional.
Dampak lain yang akan dirasakan atau tidak dapat berakibat pada semakin tidak efektifnya pelaksanaan program pembangunan pertanian nasional adalah kelembagaan pertanian yang tidak integrative. Suatu daerah yang potensial untuk pengembangan pangan dan perikanan akan di bentuk Dinas Pertanian dan Perikanan, demikian pula untuk daerah yang potensial di bidang perkebunan dan kehutanan akan membentul Dinas Perkebunan dan Kehutanan. Namun, dinas-dinas yang berkaitan dengan pertanian tersebut menghadapi persoalan baru dalam penerapankebijakan pembangunan pertanian secara nasioanal mengingat  strategi pembangunan berasal dari tiga Departemen yang berbeda dan kepentingan yang berbeda pula. Hal ini akan mengakibatkan tidak sinkronnya kebijakan pengembangan pertanian yang kemungkinan pelaksanaan di tingkat petani juga menjadi tidak efektif.
Koordinasi program antar departemen tersebut selama ini dilakuakan oleh Mentri Koordinator Perekonomian melalui Deputi bidang Pertanian, Kehutanan dan Perikanan namun masih masih sebatas program bersama yang bersifat penyelesaian persoalan jangka pendek.
INTEGRASI LEMBAGA DAN PROGRAM PENGEMBANGAN PERTANIAN
Untuk menyusun program dan strategi pengembangan pertanian dalam arti luas memang tidak mudah dilakukan mengingat masing-masing komponen sistem agribisnis di Indonesia telah terbagi dalam beberapa departemen. Sektor hulu, seperti industri input pertanian berada dibawah Departemen Perindustrian dan Kementrian BUMN dan sektor on-farm  termasuk industri benih berada di Departemen Pertanian. Sedangkan sektor industri pengolahan dan perdagangan hasil petanian yang di Depatemen Pertanian telah ada kenyataanya Departemen Perindustrian mempunyai Direktorat Jendral Industri  Hasil Pertanian dan di Departemen Perdagangan terdapat pula Direktorat Jendral Perdagangan Hasil dan Industri Pertanian. Pada sisi lain, beberapa sub-sektor pertanian berdiri menjadi Departemen tersendiri, seperti Departemen Kedaulatan dan Perikanan (DKP) dan Departemen Kehutanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini