Aplikasi Filsafat Dalam Komunikasi
Aplikasi filsafat dalam komunikasi umumnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bersosialisasiI masyarakat tidak terlepas pada kegiatan berkomunikasi, setiap hari bahkan setiap detik manusia selalu berkomunikasi. Pada dasarnya Ilmu Komunikasi memiliki sejumlah praktika, yaitu Hubungan Masyarakat, Periklanan, dan Jurnalistik. Ilmu-ilmu tersebut merupakan anak dari ilmu komunikasi dalam penghayatan dan pengalaman nilai-nilai filsafat. Sehingga, komunikasi dapat menjadi kajian ilmu yang bermetode, bersistem, dan berlaku universal. Komunikasi memiliki objek kajian formal (tingkah laku) dan material (manusia).
Misalnya, jika ilmu komunikasi juga mempelajari penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang ditujukan kepada bebatuan serta tumbuhan yang tercemar limbah perusahaan sehingga memberi respon positif mereka. Dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia akan mencederai kriteria objek keilmuannya.
Secara filosofis dan teoritis, penerapan dalam mengaplikasikan filsafat dalam komunikasi harus berdasarkan bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya serta teknik dan perannya. Hal ini dapat ditelaah dan harus didukung dengan sejumlah hasil penelitian lapangan dan uji teoritis secara keilmuan.
Kajian Epistemologis
Kunci dari akurasi sebuah berita adalah fakta dari peristiwa. Seorang jurnalis harus membawa muatan fakta pada setiap pelaporan berita. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tidak berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Chamley (1965) mengungkapkan kunci standarisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurasi, seimbang, obyektif, jelas, singkat serta mengandung waktu kekinian. Secara epistemologis, cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, sistemis, dan logis.
Kajian Ontologis
Pada aspek ontologis, kita dapat mengambil contoh real berupa kajian berita infotainment di ruang publik. Maka, pertanyaan yang paling mendasar ialah mengenai keberadaan jati diri infotaiment itu sendiri. Fenomena infotainment pernah berkembang di abad ke-19 dengan konten berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, dan pemujaan selebritis Amerika Serikat seperti Alexander Hamilton dan Thomas Jeferson yang berhasil populer, hasil dari elaborasi antara fakta dan desas-desus. Jurnalisme semacam ini, dinamai oleh akademisi komunikasi sebagai jurnalisme kuning.
Di Indonesia pun, jurnalisme kuning mencuat ketika masa Harmoko sebagai Menteri Penerangan. Banyak surat kabar kuning beredar secara massif diiringi dengan antusiasme masyarakat. Pasca orde baru, di mana kebebasan pers dibuka seluas-luasnya, TV nasional berlomba-lomba menayangkan berita infotainment. Fenomena ini akan terus berkembang di Indonesia dan tidak dapat dihindarkan dalam dunia jurnalisme. Karena realitasnya, acara semacam ini mendapatkan rating yang tinggi dan diminati oleh masyarakat.
Kajian ontologism memberikan kita wawasan dan daya analisis agar kita bisa lebih bijak menyikapi fenomena-fenomena komunikasi dewasa ini.
Kajian Aksiologis
Secara aksiologis, kegunaan infotainment dititikberatkan pada hiburan yang menarik audience dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat saja sebagai sebuah strategi bisnis di dunia jurnalistik. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain.
Ada penurunan nilai etika dalam prakteknya. Di mana media telah gagal menyaingkan antara nilai berita dan hiburan. Beberapa kaidah jurnalistik pun dilanggar demi mengejar keuntungan dan rating. Pada gilirannya, akan terbentuk audience yang dangkal karena terbangun atas tampilan bukan substansi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar