Senin, 03 November 2014

Vikron Fahreza_Tugas 7_ kebijakan pengelolaan perkotaan di Indonesia

"Kebijakan Pemerintah Kota Palembang mengenai moda transportasi air"

Palembang merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Selatan, Palembang merupakan kota terbesar kedua di pulau Sumatera setelah Medan, Luas wilayah ini kota sekitar 358,55 km². kota Palembang ini merupakan kota langganan diadakan nya turnamen yang bersfat  menyebabkan kota ini sering dijadikan tuan rumah turnamen keolahragaan adalah karena lengkapnya fasilitas-fasilitas olahraga seperti lapangan sepak bola, lapangan tennis, kolam renang dll.
Semua itu terangkum menjadi satu di kompleks olahraga gelora sriwijaya. Palembang merupakan wilayah yang dilalui banyak sungai, seperti sungai Musi dan sungai Ogan, kedua sungai ini merupakan sungai yang memecah dan membagi kota Palembang kebagian hulu dan bagian hilir. Akan tetapi moda transportasi disana hanya mengandalkan transportasi darat, dan hal itu rupanya tidak bisa membuat akomodasi dari masyarakat Palembang menjadi termudahkan, karena seperti kota-kota besar pada umumnya, kemacetan sering terjadi di jam-jam orang pulang kerja dan berangkat kerja, masalah lain yang membuat kota Palembang sering terjadi kemacetan adalah, kurangnya pemekaran kota disana, seperti yang kita ketahui Palembang merupakan kota terbesar kedua di pulau Sumatera setelah Medan, akan tetapi luas kota nya tidak mencapai setengahnya dari luas wilayah daerah tersebut, banyak solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota Palembang, diantaranya adalah dengan melakukan pemekaran di wilayah wilayah yang Masih menjadi hutan belantara. Selain itu moda transportasi disana juga menjadi sorotan bagi pemerintah setempat, kurang baiknya moda transportasi yang yang terdapat di kota Palembang ini menyebabkan kurangnya minat masyarakat setempat untuk menggunakan transportasi publik, mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, itulah yang menyebabkan lalu lintas di Palembang sering macet. Akan tetapi permasalahan kemacetan itu perlahan ingin diatasi oleh pemerintah kota Palembang, cara mengatasinya itu dengan menggunakan moda transportasi yang bernama BRT atau Bus Rapid Transit, bila dijakarta itu bernama busway. Moda transportasi berupa bus yang berukuran kecil dan sedang, sasaran dari penumpang bus ini adalah para karyawan kantor dan anak-anak sekolah dengan harapan dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang menjadi biang kemacetan di kota Palembang. Yang menarik dari BRT ini adalah tidak menggunakan APBD sedikit pun. Yang mengelolanya pun bukan dari pihak pemerintah kota Palembang melainkan dari PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J). yang sangat menggembirakan dari dibentuknya BRT ini adalah, mulai meningkatnya minat masyarakat dalam menggunakan moda transportasi publik, walaupun tidak semua pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda transportasi BRT ini, tetapi cukup banyak juga yang menggunakannya, dengan demikian kemacetan dapat sedikit teratasi walaupun belum semuanya teratasi, tetapi ini sudah termasuk pencapaian yang baik bagi pemerintah kota Palembang.
Setelah menganalisis permasalahan diatas saya menyimpulkan bahwa teori yang pas untuk permasalahan diatas adalah teori tindakan sosial milik Marx Webber, teori tindakan sosial menurut Marx Webber adalah suatu  tindakan  individu sepanjang  tindakan  itu mempunyai makna atau arti subjektif  bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 1975).  Suatu  tindakan  individu  yang  diarahkan  kepada  benda  mati  tidak  masuk  dalam  kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan social ketika  tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada   orang  lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan  sosial  dapat  berupa  tindakan  yang  bersifat membatin  atau  bersifat  subjektif  yang mungkin terjadi  karena  pengaruh  positif  dari  situasi  tertentu.  Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali  dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (Weber dalam Turner 2000). Tindakan yang dilakukan sebagian masyarakat yang belum mau untuk berpindah ke moda transportasi public seperti BRT adalah mungkin karena alasan kenyamanan, kita tidak dapat menyalahkan mereka, sebab tindakan mereka memiliki alasan kuat yang tidak dapat di ganggu gugat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini