Senin, 03 November 2014

SARI SETIANINGRUM_1112051000065_KPI 5C

Aplikasi filsafat komunikasi
Filsafat komunikasi menurut Prof. Onong Ucahana Efendy dalam bukunya "Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi" adalah suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analisis, kritis, dan holistis tentang teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, teknik dan perannya.
Berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang dalam rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi sebuah permasalahan. Jika ditelaah secara mendalam, begitu banyak manfaat berpikir filsafat, yaitu mengajarkan cara berpikir kritis, sebagai dasar dalam mengambil keputusan, menggunakan akal secara proporsional, membuka wawasan berpikir menuju kearah penghayatan, dan sebagainya. Itulah sebabnya mengapa setiap orang diharapkan untuk selalu berfikir filsafat kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun ia berada. Terlebih lagi seorang komunikator dan atau seorang jurnalis, yang harus selalu berfikir filsafat radikal, universal, konseptual, koheren/konsisten, dan sistematis dalam kegiatan jurnalismennya yang meliputi mencari, mendapatkan, mengolah, menyimpan, dan menyebarkan suatu peristiwa kepada masyarakat melalui beragam media massa.
Media telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi. Saat ini bahkan ketergantungan manusia pada media sudah sedemikian besar. Media komunikasi abad ini yang tengah digandrungi masyarakat bermacam-macam mulai dari televisi, radio, handphone, internet dan lain sebagainya.
Dalam pembelajarannya filsafat terbagi atas tiga unsur, yaitu meliputi: ontology, estimologi, dan aksiologi. Ontology membahas tentang yang ada, yang tidak terkait oleh suatu perwujudan tertentu. Espitimologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar dan sifat-sifat. Dan yang terakhir adalah aksiologi, adalah ilmu yang menyelidiki hakikat nialai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Sederhananya dapat disebut dengan teori yang membicarakan guna nilai pengetahuan itu.
1.          Kajian Aspek Ontology
Dalam kajian berita infotainment ini bahasan secara ontology tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Pada abad 19, pernah berkembang jurnalisme yang berusaha mendapatkan audiensnya dengan mengandalkan berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, hal-hal yang menegangkan dan pemujaan kaum selebritis.
Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating tinggi (public share tinggi).
2.      Kajian Aspek Epistemologi
Dalam berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyarakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan–kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30) mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu kekinian. Hal-hal ini merupakan tolok ukur dari "The Quality of News" dan menjadi pedoman yang mengondisikan kerja wartawan di dalam mendekati peristiwa berita & membantu upaya tatkala mengumpulkan & mereportase berita. Secara epistemologis cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita infotainment yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, mapan, sistematis & logis.
3.        Kajian pada aspek aksiologi
Secara aksiologis kegunaan berita infotainment dititik beratkan kepada hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bisnis jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain. Ketika etika infotainment telah salah langkah mencoba untuk "menyaingkan" antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya pikat berita itu berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk audiens yang dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi.
Pengelola media melalui berita infotainment terkadang tidak lagi mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka sehingga begitu mengabaikan kepentingan masyarakat. Hal itulah yang terjadi dengan berita infotainment di Indonesia, beberapa kaidah yang semestinya dijalankan malah diabaikan demi kepentingan mengejar rating dan meraup keuntungan dari pemasang iklan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini