Senin, 03 November 2014

Tugas 6_Aulia Ulfa (1113054000020)_Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta Mengenai Wajib Belajar Malam

JAKARTA— Kepala Dinas Pendidikan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, Kamis (26/9) mengatakan, pemerintah Jakarta pada pertengahan Oktober mendatang akan melakukan uji coba wajib belajar malam untuk usia sekolah di 10 rukun tetangga (RT) di Jakarta.

Menurut Taufik, jam belajar malam ini akan berlaku untuk anak usia tujuh hingga 18 tahun.  Pada pukul 19.00 hingga 21.00, anak-anak tersebut diwajibkan belajar dan tidak keluyuran serta melakukan tindakan yang tidak bermanfaat, ujarnya.

Dalam menjalankan program ini, lanjut Taufik, pengawasan dilakukan secara bersama, baik itu oleh orangtua maupun oleh masyarakat di lingkungan setempat. Dia menyatakan ada sanksi yang akan diberikan kepada anak yang melanggar tetapi sanksi yang akan diberikan bersifat edukasi dan bukan fisik.

Taufik menyatakan apabila uji coba wajib belajar ini berhasil maka program kebijakan tersebut akan mulai dilakukan secara menyeluruh di Jakarta. Taufik berharap semua masyarakat lebih paham dan sadar bahwa  pendidikan itu penting dan menjadi urusan bersama.

"Orang sekitar situ wajib menegur kalau ada anak-anak jam segitu masih nongkong-nongkrong terus kemudian dia main gitar bukan dalam rangka pendidikan. Kemudian untuk membubarkan itu kan sudah sanksi lalu tanya dia anak siapa, orangtuanya siapa, diberitahu  ke ketua RT  dan diberitahu bahwa anaknya jam sekian masih disini. Jadi prinsip sanksinya edukasi," ujarnya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Maria Ulfa menilai positif langkah pemerintah DKI Jakarta tersebut dan ia meminta agar aturan tersebut  jelas sehingga masyarakat memahaminya.

"Lalu bagaimana setelah jam sembilan malam misalnya, apakah artinya setelah jam sembilan malam mereka boleh keluyuran gitu atau boleh keluar, itu juga harus jelas pengaturannya. Tetapi semangatnya saya kira cukup baik untuk mencegah terjadinya anak-anak melakukan aktivitas yang tidak berguna di malam hari," ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan pengamat pendidikan dari Sekolah Taman Siswa, Darmaningtyas. Aturan jam belajar seperti ini, kata Darmaningtyas, sangat penting. Menurutnya selain menerapkan kebijakan tersebut, pemerintah DKI juga harus membuat sanggar-sanggar belajar di kampung-kampung.

"Supaya anak-anak yang tidak punya fasilitas belajar itu pada saat jam malam atau belajar, mereka bisa belajar di perpustakaan kampung, sanggar belajar kampung. Kan tidak semua orang punya fasilitas belajar maka dibangunkan sanggar-sanggar belajar di kampung-kampung," ujarnya.

Kebijakan ini mendapatkan tanggapan beragam  dari pelajar yang ditemui VOA.

"Nggak setuju sih. Nanti kalau misalnya mau buat acara pensi (pentas seni) , acara pensi biasanya kan sampai malam jadi susah. Jadinya kita sebagai murid buat acara yang apresiasi seni  gitu jadi ga bisa deh kalau ada peraturan kayak gini," ujar seorang siswa bernama Nadia.

Siswa lain bernama Quraish mengatakan setuju, "karena memang pelajar tugasnya belajar. Lagian saya kalau malam memang tidak  boleh keluar sama ibu saya."

Rencana penerapan jam belajar malam itu mengemuka setelah terjadinya kecelakaan yang melibatkan anak di bawah umur di tol Jagorawi pada tengah malam yang menewaskan tujuh orang, beberapa waktu yang lalu.

Analisis
Setelah saya analisa, kasus diatas termasuk dalam teori Tindakan Sosial Max Weber, dimana tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. Dijelaskan bahwa pemerintah memberikan kebijakan wajib belajar mulai dari pukul 19.00-21.00 di wilayah Jakarta dan sekitarnya, khusus anak-anak usia 7-18 tahun. Hal ini menjelaskan bahwa secara langsung pemerintah mempengaruhi masyarakat untuk melakukan hal tersebut.
Kasus diatas termasuk dalam tindakan Rasionalitas yang berorientasi nilai.
Sifat rasional tindakan jenis ini bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam nilai-nilai individu yang bersifat absolute. Artinya, nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat nonrasional.(Sosiologi Teks Penggantar dan Terapan, 2007, hlm.19)
 Dari penjelasan teori tersebut, seorang pelajar secara sadar dapat mempertimbangkan apakah ia harus mengikuti kebijakan pemerintah tersebut atau mengabaikannya. Sedangkan alat-alat untuk memenuhi kebijakan tersebut sudahlah pasti ada dan terpenuhi didalam lingkungan temapat tinggalnya.
Namun, berjalan atau tidakanya suatu kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut adalah semua kembali lagi kepada individu itu sendiri, apakah ada kemauan untuk belajar atau tidak, selain itu pengawasan dan dorongan dari orang tua juga menjadi faktor yang sangat penting untuk  keberlangsungan kebijakan tersebut supaya berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya dan bukan hanya menjadi selogan semata.

Sumber :
J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Kencana, Jakarta 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini