Aplikasi Filsafat dalam Komunikasi
Filsafat komunikasi merupakan suatu disiplin ilmu yang berfungsi untuk memberi telaah pemahaman secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis dan holistis teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan metodenya. Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting. Bukan hanya dalam kehidupan organisasi, namun dalam kehidupan manusia secara umum. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai yang kompleks, dan teknologi kini telah merubah cara manusia berkomunikasi secara drastis. Komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan informasi atau pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga pesan yang dimaksud dapat dimengerti.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai yang kompleks, dan teknologi kini telah merubah cara manusia berkomunikasi secara drastis. Komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan informasi atau pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga pesan yang dimaksud dapat dimengerti.
Kemudian komunikasi itu sendiri merupakan bagian dari pemikiran yang mencoba untuk mencari dan merumuskan hakikat segala sesuatu. Komunikasi merupakan bagian dari kajian filosofis hingga akhirnya berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Namun, bukan berarti ilmu komunikasi sudah tidak lagi membutuhkan peranan filsafat di dalam disiplin ilmu dan penerapannya. Menerapkan pemikiran filosofis dalam praktek komunikasi, merupakan sebuah bentuk implementasi filsafat dalam komunikasi itu sendiri. Apabila ilmu komunikasi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antarmanusia, dapat dinyatakan bahwa filsafat ilmu komunikasi mencoba mengkaji ilmu komunikasi dari segi ciri-ciri, cara perolehan, dan pemanfaatannya.
Di dalam mempelajari ilmu komunikasi secara menyeluruh serta mendalam berarti mempelajari filsafat komunikasi. Karena sifatnya yang luas itulah, maka kajian filsafat komunikasi sebagai langkah penelusuran akar ilmu komunikasi membutuhkan referensi dalam berbagai varian dan jenisnya menurut ruang lingkup akar komunikasi itu sendiri. Ketersediaan buku-buku referensi tentang akar-akar ilmu komunikasi adalah hal yang wajib. Secara filosofis dan teoritis, misalnya, untuk mendalami psikologi sebagai akar ilmu komunikasi, maka penelaahan tentang perspektif-perspektif psikologi dan psikologi sosial misalnya, harus didukung oleh sejumlah hasil penelitian lapangan dan uji teoritis secara keilmuan.
A. Kajian Epistemologis
Sebuah berita akan dibilang akurat itu bergantung dari fakta peristiwa yang dijadikan bahan berita itu. Seorang jurnalis harus menyampaikan fakta di setiap pelaporan berita. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tidak berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Secara epistemologis, cara-cara memperoleh fakta ilmiah itulah yang akan menjadi landasan filosofis sebuah berita yang akan disiarkan telah berdasarkan perencanaan yang matang, sistemis, dan logis.
B. Kajian Ontologis
Didalam aspek ontologis ini, kita dapat mencontohkan sesuatu yang real berupa kajian berita infotainment di ruang publik. Maka, timbul lah pernyataan yang paling mendasar yaitu mengenai keberadaan darijati diri infotaiment itu . Kemudian pasca orde baru, di mana kebebasan pers dibuka seluas-luasnya, TV nasional berlomba-lomba menayangkan berita infotainment. Fenomena ini, akan terus berkembang di Indonesia dan tidak dapat dihindarkan dalam dunia jurnalisme. Karena pada realitasnya, acara semacam ini mendapatkan rating yang tinggi dan diminati oleh masyarakat. Kajian ontologis, memberikan kita wawasan dan daya analisis agar kita bisa memilih dengan lebih bijak serta menyikapi fenomena-fenomena komunikasi di era globalisasi ini.
C. Kajian Aksiologis
Di dalam pegunaan infotainment secara aksiologis itu dititikberatkan pada hiburan yang menarik para audiens, yaitu dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat saja sebagai sebuah strategi bisnis di dunia jurnalistik. Hal demikian ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain. Ada penurunan nilai etika dalam prakteknya. Di mana media telah gagal menyaingkan antara nilai berita dan hiburan. Beberapa kaidah jurnalistik pun dilanggar demi mengejar keuntungan dan rating. Pada akhirnya, akan terbentuklah audiens yang dangkal karena terbangun atas tampilan bukan substansi dan etika.
SUMBER :
Bambang Q-anees dan Elvinaro Ardianto. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar