Senin, 03 November 2014

TUGAS KE 6_PUTRI AYU SILMI AFIFAH_1112051000094_KPI 5C

Tugas ke-6_Putri Ayu Silmi Afifah_111205100094_KPI5C

Aplikasi Filasafat Dalam Ilmu Komunikasi
Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi
massa dewasa ini bahkan ketergantungan manusia pada media massa sudah
sedemikian besar. Media komunikasi massa abad ini yang tengah
digandrungi masyarakat adalah televisisi. Joseph Straubhaar & Robert
La Rose dalam bukunya Media Now, menyatakan; "The Average Person Spend
2600 Hours per years Watching Tv or listening to Radio. That's 325
eight-hourdays, a full time job. We spend another 900 hours with other
media, including newspaper, books, magazines, music, film, home video,
video games and the internet; that's about hours of media use – more
time than we spend on anything else, including working or sleeping"
(Straubhaar & la Rose, 2004 : 3)
Di Indonesia , berdasarkan survei Ac Nielsen di tahun 1999 bahwa 61%
sampai 91 % masyarakat Indonesia suka menonton televisi, hasil ini
lebih lanjut di jelaskan bahwa "hampir 8 dari 10 orang dewasa di
kota-kota besar menonton televisi setiap hari dan 4 dari 10 orang
mendengarkan radio "(Media Indonesia, 16 – Nopember 1999).
Hal ini menunjukkan bahwa menonton televisi merupakan "aktifitas"
utama masyarakat yang seakan tak bisa ditinggalkan. Realitas ini
sebuah bukti bahwa televisi mempunyai kekuatan menghipnotis pemirsa,
sehingga seolah-olah televisi telah mengalienasi seseorang dalam
agenda settingnya. Perkembangan pertelevisisan di Indonesia dua tahun
terakhir ini memang amat menarik, televisi-televisi swasta bermunculan
melengkapi dan memperkaya TV yang sudah ada. Tercatat lebih dari 17 Tv
yang ada di Indonesia adalah TVRI, RCTI, SCTV, TPI, AN-TV, Indosiar,
Trans-TV Lativi, TV-7, TV Global, dan Metro TV ditambah TV – TV lokal
seperti Bandung Tv, STV, Padjadjaran TV dan sebagainya. Fenomena ini
tentu saja menggembirakan karena idealnya masyarakat indonesia
memiliki banyak alternatif dalam memilih suguhan acara televisi.

1. Kerangka Teoritis
Louis O. Katsoff dalam bukunya "Elements of Philosophy" menyatakan
bahwa kegiatan filsafat merupakan perenungan, yaitu suatu jenis
pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan
pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang
lainnya, menanyakan "mengapa", mencari jawaban yang lebih baik
ketimbang jawaban pada pandangan mata. Filsafat sebagai perenungan
mengusahakan kejelasan, keruntuhan, dan keadaan memadainya pengetahuan
agar dapat diperoleh pemahaman. Tujuan filsafat adalah mengumpulkan
pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai
pengetahuan ini. Menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur
semuanya itu dalam bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kita
kepada pemahaman & pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih
layak. Tiga bidang kajian filsafat ilmu adalah episttemologis,
ontologis, dan oksiologis. Ketiga bidang filsafat ini merupakan pilar
utama bangunan filsafat.
 Epistemologi; merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal,
sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan
dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan.
Epistemologi pada dasarnya cara bagaimana penegtahuan disusun dari
bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah.
Metode adalah tatacara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan
yang matang & mapan, sistematis & logis.
 Onthologi; adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih
sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu
pengetahuan sosial onthologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi
sosial. Menurut Stephen litle john, onthologi adalah mengerjakan
terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang pengetahuan
itu merupakan bagian dari gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu
sosial onthologi memiliki keluasan eksistensi kemanusiaan.
 Aksiologis ; adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai
seperti etika, estetika, atau agama. Litle john menyebutkan bahwa
aksiologis, merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value
(Nilai-nilai).
2. Kajian Aspek Epistemologis :
Dalam berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti
dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta.
Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa
kemasyarakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk
penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan–kepentingan
kebutuhan masyarakat. Charnley <1965: 22.30> mengungkapkan kunci
standarisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan
pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif ,
jelas dan singkat. Serta mengandung waktu kekinian.
3. Kajian Aspek Ontologis
Dalam kajian berita infotainment ini bahasan secara ontologis tertuju
pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena
tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme.
Pada abad 19, pernah berkembang jurnalisme yang berusaha mendapatkan
audiensnya dengan mengandalkan berita kriminalitas yang sensasional,
skandal seks, hal-hal yang menegangkan dan pemujaan kaum selebritas
ditandai dengan reputasi james callender lewat pembeberan petualangan
seks para pendiri Amerika Serikat, Alexande Hamilton & Thomas Jeferson
merupakan karya elaborasi antara fakta dan desas – desus.
4. Kajian pada aspek aksiologis
Secara aksiologis kebergunaan berita entertainment di titik beratkan
kepada hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya dengan
menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bsnis
jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapn
sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain.
Ketika etika infotainment telah salah langkah mencoba untuk
"menyaingkan" antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya pikat
berita itu berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk
audiens yang dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi.
Pengelola media melalui berita infotainment terkadang tidak lagi
mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka sehingga
begitu mengabaikan kepentingan masyarakat, karena aksi ambil untung
kiblat mereka dalam setiap langkah dan model produksi yang mereke
terapkan. Hal itulah yang terjadi dengan berita infotainment di
Indonesia, beberapa kaidah yang semestinya dijalankan malah diabaikan
demi kepentingan mengejar rating dan meraup keuntungan dari pemasang
iklan.


DAFTAR PUSTAKA

Mulyana., Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2001, PT.
Rosdakarya, Bandung.

Susanto., Astrid S, Filsafat Komunikasi, 1976, Penerbit Binacipta,
Bandung.
Suriasumantri„ Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, 1985,
Penerbit Sinar Harapan, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini