Nama : Jauza Hibatulloh Majiid
Kelas : KPI 5C
NIM : 1112051000066
Aplikasi filsafat komunikasi
komunikasi sebagai ilmu sudah tidak diragukan lagi, hal ini karena komunikasi telah memenuhi persyaratan sebagai ilmu, yaitu : rasional, empiris, umum, akumulatif. Keempat komponen ini menjadi dasar pengetahuan ilmiah dari ilmu komunikasi. Jika kita bicara lebih dalam lagi sampai ke hakikat ilmu terutama ilmu komunikasi maka tidak lepas dari sifat-sifat analistis, kritis dan sintesis. Pemikiran yang kritis merupakan proses, kegiatan, berpikir yang bersifat evaluatif dan dalam menarik kesimpulan terhadap sesuatu telah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan obyek fikir tersebut. pengkajian hakikat kelimuan baik secara analistis maupun sintesis oleh sifat berfikir kritis ini.
Sedangkan filsafat komunikasi menurut Prof. Onong Ucahana Efendy dalam bukunya "Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi" adalah suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analisis, kritis, dan holistis tentang teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, teknik dan perannya.
Pesan adalah segala hasil penggunaan akal budi manusia yang disampaikan untuk mewujudkan motif komunikasi, tanpa motif maka sesuatu tidak dinilai sebagai pesan, karenanya tidak berada dalam kajian ilmu komunikasi. Syarat ilmu yang kedua menyatakan bahwa ilmu harus sistematis, dimana obyeknya itu tersusun dalam satu rangkaian sebab akibat yang tersusun secara sistematis.
Dalam komunikasi sistem ini telah terjawab dan digambarkan sebagai; karena terdorong oleh motifà1) mengapa manusia menyampaikan pesan karena adanyaàkomunikasi. 2) Dari mana datangnya motif komunikasi konsepsi kebahagiaan yang lahir dari naluri manusia sebagai paduan arah diturunkan dari falsafahàbertindak. 3) Dari mana konsepsi kebahagiaan hidupnya. 4) Dari mana datangnya falsafah hidup? Diturunkan dari peralatan rohaniahnya yang bekerja secara simultan yaitu: hati nurani, akal, budi, dan seperangkat naluri. 5) Dari mana datangnya peralatan Dari manusiaàrohaniah yang bekerja secara simultan
Kajian Aspek Epistemologis:
Dalam berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyarakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan–kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30) mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu kekinian. Hal-hal ini merupakan tolok ukur dari "The Quality of News" dan menjadi pedoman yang mengondisikan kerja wartawan di dalam mendekati peristiwa berita & membantu upaya tatkala mengumpulkan & mereportase berita. Secara epistemologis cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita infotainment yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, mapan, sistematis & logis.
2. Kajian Aspek Ontologis
Dalam kajian berita infotainment ini bahasan secara ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Pada abad 19, pernah berkembang jurnalisme yang berusaha mendapatkan audiensnya dengan mengandalkan berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, hal-hal yang menegangkan dan pemujaan kaum selebritis.
Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating tinggi (public share tinggi).
3. Kajian pada aspek aksiologis
Secara aksiologis kegunaan berita infotainment dititik beratkan kepada hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bisnis jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain. Ketika etika infotainment telah salah langkah mencoba untuk "menyaingkan" antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya pikat berita itu berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk audiens yang dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi.
Pengelola media melalui berita infotainment terkadang tidak lagi mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka sehingga begitu mengabaikan kepentingan masyarakat. Hal itulah yang terjadi dengan berita infotainment di Indonesia, beberapa kaidah yang semestinya dijalankan malah diabaikan demi kepentingan mengejar rating dan meraup keuntungan dari pemasang iklan.
Daftar pustaka
Zamroni Muhammad.2009. Filsafat Komunikasi. Graha Ilmu: Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar